Kancil dan Pak Tani
Pagi yang cerah, matahari bersinar dengan indahnya. Pak Tani berangkat ke sawah dengan riang gembira sembari memanggul pacul.
“Aku akan memeriksa kebun timunku, barangkali besok sudah bisa dipanen,” demikian guman Pak Tani.
Tetapi sesampainya di kebun timun...
Alangkah kagetnya Pak Tani. Buah timun di kebunnya banyak yang rusak.
“Aduh! Siapa yang merusak kebun timunku ini. Mengapa harus dirusak, kalau mau ambil boleh aja, tinggal ambil. Aku bukan petani yang pelit.”
Dengan hati yang muram Pak Tani pulang ke rumah. Ia menduga hewan apakah yang suka mentimun.
“Ha....pasti si Kancil,” guman Pak Tani.
Pak Tani mencari akal untuk menjebak kancil lalu ia membuat orang-orangan yang diberi perekat yang sangat kuat.
Menjelang sore orang-orangan itu sudah selesai dan dibawa ke tengah kebun timun untuk dipasang.
“Aku tahu kancil hewan yang cerdik, ia akan mengejek orang-orangan ini.....tapi rasakan nantinya ya.....” pikir Pak Tani.
Benar saja, malam harinya Kancil mendatangi kebun itu. Ia tertawa sinis melihat adanya orang-orangan itu.
“Cuma orang-orangan, siapa takut?.
Kancil lalu melintasi orang-orangan itu.
Dan kini ia makan buah timun yang muda-muda.
Ternyata tidak banyak juga yang dimakan Kancil, hanya makan tiga buah timun ia sudah merasa kenyang. Ia juga tidak merusak buah timun yang lain.
Puas makan timun, Kancil lalu mendekati orang-orangan itu dan sifat jahilnya kambuh. Ia pukul orang-orangan itu dengan kaki depannya.
“Aduh! Kok melekat!” pekik kancil kaget.
“Hai orang-orangan jelek, lepaskan kakiku kalau tidak kupukul lagi kau!”
Tentu saja orang-orangan itu hanya diam saja.
Kancil memukulkan kaki depannya yang satu lagi.
“Plak” kini kedua kaki depannya melekat erat di baju orang-orangan itu.
Perekat yang dipasang pada baju orang-orangan itu sangat kuat, kancil tidak bisa melepaskan diri, semalaman ia menangis.
Pagi harinya Pak Tani datang membawa pentungan.
“Haaaa.....ini dia biang keroknya. Kutangkap kau!”
“Cil, kau boleh makan timunku tapi jangan kau rusak buah yang lain!”
“Ampun Pak Tani, bukan aku yang merusak timunmu. Aku Cuma memakan dua atau tiga buah saja, kok!.”
Pak Tani tidak percaya omongan Kancil itu. Ia ikat leher si Kancil dan diseret pulang ke rumah.
Dirumah Pak Tani, Kancil diletakkan didalam kurungan ayam.
“Batu ini cukup berat, tak mungkin kau bisa meloloskan diri. Aku akan pergi ke pasar untuk membeli bumbu sate.”
“Ampun Pak Tani, aku jangan disate!.” Rengek si Kancil.
Pak Tani pergi ke pasar, pada saat itu ada seekor Anjing mendatangi kurungan si kancil.
“Cil, kenapa kau dikurung disitu?” tanya si Anjing.
“Lho? Apa kau tidak tahu Njing?” kancil balas bertanya.
“Katakan ada apa Cil?”
“Begini Njing, aku ini akan diambil menjadi menantu oleh Pak Tani. Makanya sekarang Pak Tani pergi ke Pasar untuk membelikan baju dan makanan lezat-lezat untukku.”
“Wah kau nggak pantas Cil, tubuhmu kan kecil lebih baik aku saja yang menggantikanmu jadi menantu Pak Tani.”
“Wow, kok enak.....sudah sana pergilah Anjing!.”
Anjing tiba-tiba mengerang marah,”Cil, kalau kau tidak mau kugantikan sekarang juga, batu diatas kurungan itu akan kudorong dan lehermu akan kugigit habis sampai putus!.”
“Wah jangan begitu dong!.”
“Mau apa tidak?.”
“Baik....baik, terpaksa aku turuti kemauanmu.”
Anjing mendorong batu hingga jatuh. Kurungan pun dibuka.
Kancil keluar lalu Anjing masuk menggantikan.
“Selamat menjadi menantu Pak Tani tuan Anjing.” Seru kancil sambil berlari kencang menuju hutan.
Sesaat kemudian Pak Tani daatang. Ia kaget bukan kepalang melihat kancil yang berada didalam kurungan ayam berubah menjadi Anjing.
“Hormat pada calon mertua,” kata Anjing. “Kancil memberikan haknya sebagai calon menantu Pak Tani kepada saya si Anjing yang gagah perkasa.”
“Terus ...mana si kancil? Tanya Pak Tani.
“Sudah pergi ke hutan Pak Tani”
“Kamu mau jadi menantuku?”
“Benar Pak Tani...” jawab Anjing dengan nada gembira.
“Sekarang keluarlah dari kurungan , lalu duduklah yang manis dan pejamkan matamu, aku akan memanggil putriku dari dalam rumah.
Anjing menunggu dengan hati berdebar. Pak Tani muncul kembali, tetapi bukan dengan putrinya, melainkan dengan membawa pentungan.
“Nih hadiah untukmu!” teriak Pak Tani sembari memukul kepala dan punggung si Anjing.
“Ampun....!”
Anjing menjerit dan melarikan diri sambil membawa dendam karena merasa tertipu oleh si Kancil. “Awas kau ya Cil, jika ketemu langsung kugigit kau!.”
Kancil sudah sedari tadi berlari kencang. Namun tetap kalah kencang dengan Anjing sehingga hanya dalam beberapa saat saja Anjing sudah bisa menyusul dibelakangnya.
“Wah gawat, Anjing sudah dibelakangku,” kata Kancil dalam hati.” Aku harus segera bersembunyi.”
Anjing sangat marah kepada kancil, terlebih karena sudah dipukul oleh Pak Tani, ia pun mendekati Kancil itu.
“Hai kancil kurang ajar, tunggu aku.. kugigit kakimu!”
“Lho? Kok marah, kau sendiri kan yang minta diambil menantu Pak Tani?” sahut kancil Sembari mempercepat larinya.
“Hug...Hugg.....Hug...! dasar penipu...! kau bilang mau dijadikan menantu padahal Pak Tani ingin menyembelihmu untuk dijadikan sate!”
“Kancil memang bertubuh kecil namun memiliki otak cerdas. Kalau adu lari ia pasti kalah, maka kancil bersembunyi dibalik semak-semak. Anjing tidak mengetahuinya dan terus mengejar.
“Dasar Anjing bodoh!” kata kancil sambil tertawa.
Dengan hati-hati ia tutup jejaknya dengan debu supaya tidak diendus sama Anjing. Benar, ternyata Anjing tak dapat mengetahui keberadaannya.
Dan selamatlah Kancil dari amukan si Anjing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar