Minggu, 04 September 2016

Kancil dan Serigala(Gong Nabi Sulaiman)


Ditengah hutan, terdapat sebuah pohon yang sangat rindang. Daunnya subur, cabang dan rantingnya sangat banyak. Pada cabang pohon itu ada banyak sekali tawon hutan yang bergerombol membuat rumah. Dari hari kehari semakin bertambah banyak jumlah tawon tersebut. Sehingga ketika tawon-tawon itu bergerombol dekat sarangnya, kelihatan seperti sebuah benda hitam yang sedang tergantung pada sebuah ranting pohon. Ketika terik matahari begitu panas menyengat, si kancil berlari-lari kecil menuju pohon rindang itu. Rupanya ia ingin berteduh sambil melepaskan lelah. Sambil duduk termenung bersandaran diakar pohon, si kancil menatap suasana sekitarnya. Ia merasakan sejuknya berteduh dibawah pohon rindang tersebut. Saat mendongak keatas, tiba-tiba matanya yang tajam melihat ada benda hitam tergantung diranting pohon, tepat diatas kepalanya. Cukup lama ia diam sambil terus mengawasi benda hitam tersebut. Hingga akhirnya ketika ada beberapa tawon yang berterbangan dan hinggap pada benda tersebut. Ia baru mengetahui bahwa benda yang terganaatung itu tidak lain adalah tawon yang sedang bergerombol. Yakin benda itu adalah sarang tawon yang sangat besar, dalam hatinya muncul keinginan untuk menikmati madu yang ada didalam sarang tersebut. “Tapi bagaimana cara mendapatkan madunya? Bila diambil, maka tawon-tawon itu pasti akan menyengatku.” Pikirnya dalam hati. Cukup lama si Kancil berpikir dalam hati untuk menemukan cara yang dianggapnya tepat untuk mengambil madu tersebut. Pada saat yang sama tiba-tiba datang serigala. Air liur Serigala keluar dari sela-sela giginya yang begitu tajam begitu melihat tubuh kancil yang kecil dan mulus. “Hmmm... pastilah dagingmu lezat dan enak untuk disantap sebagai makan siang ku Kancil.!” Guman Serigala. “Kancil gemetar ketakutan, namun hewan cerdik ini menyembunyikan ketakutannya. “Ohhhh, kamu Serigala!!” Sahut Kancil, “agaknya kamu sudah kelaparan siang ini” “Benar Cil!, Dan relakan dirimu untuk kumakan.” “Berarti kau akan membunuhku?.” “Itu sudah jelas!” “Tapi tunggu dulu....kau harus dengar kata-kataku.” “Apa lagi Cil, aku ini sudah sangat lapar, dari pagi belum makan sama sekali” “Aku disini sedang menjalankan tugas! Kata Kancil setelah sekian detik menemukan gagasan untuk menyelamatkan diri. “Tugas apa itu Cil? Tanya Serigala penasaran. “Ini ...aku disuruh oleh Nabi Sulaiman untuk menjaga gongnya.” “Apa...? tanya Serigala. “Kamu disuruh menjaga gongnya Nabi Sulaiman?.” Dimana itu?” “Itu..!” Jawab si kancil sambil menunjuk-nunjuk benda yang tergantung di ranting pohon. “Gong itu milik Nabi Sulaiman. Sedangkan dia sekarang sedang pergi.” “Apakah kamu sudah pernah mendengar bunyi gong itu Cil?” tanya serigala. “Ohhh...tentu kawan!.” Jawab kancil. Bunyinya sangat merdu sekali.” “Coba kamu pukul Cil! Aku ingin mendengarnya,” pinta Serigala. “Ohh jangan.....jangan...! sekali-kali jangan dipukul, nanti aku akan mendapatkan marah dari Baginda Nabi Sulaiman. Aku tidak mau dihukum karena melanggar perintah...” “Cuma sekali aja Cil, masa kamu tidak mau!. Desak Serigala. “Tidak...Saya tidak mau! Jawab si Kancil menolak. “Kalau begitu biarkan saya sendiri yang memukul gongnya.” Pinta Serigala. “Kamu tidak boleh tanpa ijin Nabi Sulaiman.” “Lho...Kamu jangan macam-macam Cil!” Kata Serigala. “Kalau kamu tidak mengijinkan aku memukul gong itu maka sekarang juga kamu ku terkam.” “Jangan dong!” kata Kancil “Jadi biarkan aku memukulnya!” “Wah gawat!” “Gawat apanya Cil” tanya Serigala. “Sebenarnya gong itu bukan Cuma bersuara merdu, tetapi siapa yang memukulnya dan mendengar suaranya pun akan ditakuti oleh semua binatang lain. Artinya ia akan menjadi raja dihutan ini.” Mendengar penjalasan Si Kancil membuat Serihgala makin bersemangat. Ia mendengus dan mau menerkam Kancil. Kancil menjadi ketakutan karena serigala nampak sangat sungguh-sungguh mau menerkamnya. “Baiklah kalau kamu tetap memaksa kawan! Tapi tunggu dulu! Karena aku tidak mau dihukum Nabi Sulaiaman, maka aku harus pergi dulu. Baru setelah aku pergi jauh kamu boleh memukul gong tersebut.” “Aku setuju Cil” jawab Serigala. Kalau begitu cepatlah kamu meninggalkan tempat ini.” Perintah Serigala. Selamat tinggal kawan! Semoga kamu bisa menikmati merdunya suara gong itu,” kata Kancil. Se Kancil pun kemudian bergegas pergi meninggalkan tempat itu. Namun tanpa sepengetahuan Serigala, ia hanya bersembunyi dibalik semak-semak. Ia menunggu apa yang akan dilakukan Serigala. “Setelah mengira si Kancil pergi cukup jauh, Serigala pun kemudian mengambil ranting kayu kering yang tergeletak ditanah, tidak jauh dari tempatnya berdiri. Ia segera mendekati benda hitam itu tanpa mengamat-amati terlebih dahulu dan langsung mengayunkan ranting kering tersebut. “Bukkk....! Bukkkk...!”. Dua kali Serigala memukulnya dengan keras. Saat itulah gong yang tidak lain adalah sarang tawon yang bergerombol itu langsung mendengung marah. Serigala terkejut bukan main. Dia baru menyadari kalau yang dipukulnya tadi bukanlah sebuah gong, tetapi sarang tawon. Tawon-tawon yang merasa terganggu karena dipukul oleh Serigala menjadi mengamuk dan menyerang balik. “Kanciiiiiiill, keparat....kau menipuku! Teriak Serigala kesakitan karena mulai disengat dibanyak tempat ditubuhnya. Si kancil yang bersembunyi dibalik semak-semak hanya tertawa kecil melihat apa yang dialami oleh serigala. Dia sangat senang karena keinginannya untuk mendapatkan madu tawon sebentar lagi akan terwujud. Sebab setelah rumah tawon itu dipukul oleh Serigala, banyak sekali madunya yang berceceran ditanah. Sesaat setelah tawon-tawon itu tenang kembali, mulailah si Kancil mendekati tempat itu dan menyantap madunya yang sangat lezat. Sementara Serigala merasakan kesakitan yang luar biasa. Sambil menahan sakit, ia pun bergegas pergi meninggalkan tempat tersebut.

Buaya tertipu lagi


Buaya tertipu lagi Siang itu matahari bersinar dengan panasnya. Membuat badan Kancil menjadi gerah dan lemas akibat kehausan. “Aku mandi ahhh...! kata Kancil Dengan hati tak sabar Kancil pun berlari kearah sungai. “How...airnya sangat jernih, pasti segar!” kata Kancil dengan semangat. Usai berenang, Kancil pun berendam sepuas-puasnya. Dia pun berenang kian kemari. “Asyikk...benar-benar segar!. Tanpa disadari oleh Kancil, sepasang mata Buaya mengintai dengan seksama dari balik semak-semak di pinggir sungai. “Kena kau nanti Cil!” desis Buaya dalam hati. “Sudah sejak dulu aku ingin menyantap dagingmu hidup-hidup, tapi tak pernah kesampaian. Sekarang tak boleh gagal lagi!. Kata Buaya sambil menyelam kedasar sungai sambil meluncur kearah Kancil bermain air. “Hup...!” sang Buaya menggigit Kancil tepat pada kantong kemaluannya. Tentu saja membuat Kancil Kaget dan merasa ketakutan. Sadar kalau Buaya sedang menggigitnya, maka akal Kancil mulai jalan. Ia menghentikan teriakan kaget dan kesakitan yang dirasakannya. Dia pun mulai berbicara dengan wibawa dan dengan suara yang tenang, “Hai Buaya, jangan gigit dompet sakti Nabi Sulaiman itu!” kata Kancil dengan tenang. Buaya pun terkejut mendengar ucapan Kancil tersebut. Ia mengendorkan gigitannya. “Apa maksudmu Cil? Tanya Buaya. “Yang kau gigit itu dompet Nabi Sulaiman yang dititipkan padaku” kata Kancil “Dompet apaan, kau mencoba menipuku lagi? Tanya Buaya dengan tidak percaya. “Ohh tidak.....!” dompet itu bernama pao-pao. Jika sampai robek maka kau akan terkena tulah dan kutukan, kau dan anak-anakmu hingga cucumu sampai tujuh turunan akan ditumpas hingga musnah!.” Kata Kancil. “Benarkah omonganmu itu, Cil?. Tanya Buaya agak grogi dan takut mendengar perkataan Kancil. “Aku tidak berhak memaksamu, tetapi kalau kau ingin kau beserta anak turunanmu musnah dan binasa, silahkan robek dompet itu, ayo gigit sekuat-kuatmu!” tantang Kancil. Buaya pun menjadi bertambah grogi “Tahukah kau dahsyatnya kutukan itu?” kata Kancil. “Kepalamu akan diremuk-remukkan, sepasang matamu akan dicongkel, tulang-tulangmu akan dihancur-leburkan serta keempat kakimu akan dipotong-potong, Wuihhh benar-benar mengerikan.” Kata Kancil. Karena takut mendengar ancaman dan kutukan itu maka Buaya melepaskan gigitannya pada kantong kemaluan Kancil. Tentu saja Kancil menjadi senang dan lalu cepat menyingkir dari hadapan sang Buaya. Ia berenang menjauh menuju tepian. Tetapi kemudian Kancil berbalik dan berkata “ Hai Buaya kalau nyawamu sudah rangkap tiga atau lima barulah kau boleh coba makan dompet ini. Tetapi kalau nyawamu cuma satu buat apa kau melakukan hal tolol, cari saja makanan lainnya.” Kata kancil lagi. “Cil...bagaimanapun caranya, aku ingin memakanmu!” teriak Buaya. Kancil segera berlari kedaratan sambil berkata, “Coba saja bila kau ingin binasa dalam kutukan.” Buaya masih grogi, namun ia tak mau kancil berlalu begitu saja. “Selamat tinggal Buaya, jaga nyawamu yang cuma satu itu” Kancil pun mulai berlari kedalam semak. Di dalam air gerakan Buaya mungkin lebih gesit, tetapi bila sudah dia darat Buaya tidak akan bisa mengejar Kancil. Buaya termenung sejenak, ingin rasanya mengejar Kancil lagi. Akan tetapi Kancil sudah jauh. Meninggalkannya. “Wah..., jangan-jangan Kancil Cuma ngibul!” pikir Buaya dalam hati. Kalau begitu, aku pasti sudah tertipu lagi....kata Buaya dalam hati. Demikianlah Kancil berhasil lolos untuk kesekian kalinya dari Buaya.

Kancil dan Harimau


Kancil dan Harimau Kancil baru saja lepas dari bahaya maut. Para buaya yang lapar telah ditipunya metah mentah. Kancil kini bisa berjalan santai. Perutnya mulai lapar lagi karena tenaganya habis dipakai untuk berlari menjauhi sungai tempat buaya-buaya lapar berada. Kini ia berjalan ketepi hutan. Tapi .....Hup...! ada macan lapar datang menghadang langkahnya. “Cil, aku sudah tiga hari tidak makan daging....!” kata Harimau dengan liur yang mulai menetes. Dia sudah ingin sekali menyantap daging kancil. “Mau memakanku? Siapa takut?....boleh saja!” kata Kancil seperti tidak takut dan tanpa ada beban. “Betulkah Cil?. Kau mau ku makan?” tanya Harimau dengan girang dan dengan mata berbinar. “Aku maklum, aku kan hewan kecil, mau menolak juga tidak bisa.....tapi.....” “Kenapa Cil?” tanya harimau penuh keheranan. “Sebelum aku mati, ijinkan aku minta satu hal.” Kata Kancil “Apa itu Cil?” tanya Harimau. “Biarkan saya mencari makan sebentar saja disekitar sini, aku akan makan daun apa saja, syukur kalau ada mentimun.” Kata Kancil. “Baiklah Cil, permintaan terakhirmu kukabulkan.” Kata Harimau “Terimakasih Harimau yang baik, sekarang tolong pejamkan matamu barang sebentar.” “Lho....Kok pakai pejam mata segala Cil....? tanya Harimau. “Iya Harimau, seperti main petak umpet, toh aku tak bisa lari jauh darimu.” “Baiklah kancil! Kupejamkan Mataku!.” Lalu kancil berlari sekencang-kencangnya... “Sudah Cil?.” “Beluuuummm” jawab Kancil “Sudah Cil??.” “Belummmmm” jawab Kancil dengan suara agak sayup-sayup. Agaknya dia sudah berada cukup jauh. “Sudah Cil?” tanya Harimau lagi Kini Kancil tak menjawab lagi, Harimau segera membuka matanya. “Woww...! kemana kancil? Jangan-jangan dia menipuku.” Harimau berusaha mencari kesana kemari, namun sudah sekian lama dia tidak berhasil menemukannya. “Bodohnya aku..!” geram si Harimau. Mestinya aku tidak menuruti omongan si Kancil itu. Seharusnya begitu ketemu tadi langsung kumakan saja dia. Awas kau Kancil” Sementara itu kancil yang cerdik terus berjalan dan mencari persembunyian yang aman. Sesekali dia menoleh kebelakang, takut dan was-was apabila Harimau masih mengejarnya dari belakang. “Mudah-mudahan Harimau sakit perut, sakit gigi, tertusuk duri atau dimakan setan sehingga tidak bisa mengejarku” gerutu Kancil sambil terus berjalan cepat. Karena sering menoleh kebelakang, Kancil menjadi kurang waspada terhadap situasi didepannya. “Hup!.... aduh, hampir saja aku menabrak ular yang sedang tidur ini” kata Kancil sambil menahan langkahnya. Kancil pun istirahat tidak jauh dari posisi ular yang sedang tertidur itu sambil mulai mencari akal. “Cepat atau lambat Harimau itu akan menemukanku, lalu apa akalku agar bisa lolos dari dia lagi” pikir Kancil dalam hati. Saat itu hari semakin siang. Harimau semakin kelaparan. “Gerrr...” kancil kurang ajar! Sembunyi dimana pun kau , aku pasti menemukanmu. Aku mencium bau keringatmu dari kejauhan.” Geram Harimau itu. Tak berapa lama kemudian..... “Nahhhh....ini dia! Kata harimau dengan girang setelah menemukan Kancil. “Ssssssttt! Kata Kancil lirih, jangan bicara keras-keras Harimau! “Mau apalagi?...mau menipuku lagi??” tanya Harimau. “Tidaaaakkk! Tenaanggg! Sahut kancil dengan enteng. “Usus didalam perutku sudah meronta-ronta, aku sudah sangat luaaapaarrrrr. Sudahlah relakan dirimu kumakan.” “Sabaarrr, aku duduk disini sebenarnya sedang bertugas, aku diperintah Baginda Nabi Sulaiman.” “Jangan ngaco!!, apa tugasmu...? tanya Harimau. “Mari ikut aku,” sembari mengajak Harimau mendekati si Ular yang sedang tertidur tadi. Sepintas Ular itu seperti sabuk yang tergulung rapi. “Cilll ini kan Ular??” Harimau agaknya mengenal betul benda itu. “Wah bodohnya engkau nih. Ini bukan Ular hidup. Ini adalah sabuk Baginda Nabi Sulaiman, penguasa para binatang. Siapa yang memakai sabuk ini maka dia akan ditakuti seluruh binatang didunia ini.” Jawab Kancil. “Boleh kucoba Cill?” “Jangan...!” “Kalu tidak boleh, kau langsung kumakan.” Kata Harimau. “Ba....baiklahh kalau begitu,” jawab Kancil terbata-bata. Macan segera menjulurkan lidah dan lehernya kearah ular tidur tersebut. Ia bermaksud mengelus-elus sabuk itu terlebih dahulu sebelum memakainya. Sementara itu kancil mulai mundur perlahan-lahan untuk menjauhi Harimau tersebut. “Hemmm... halus juga sabuk ini..” desah Harimau sambil terus menjilati benda yang dianggapnya sabuk itu. Kemudian..... “Harimau kurang ajar...! tiba-tiba si Ular terbangun dari tidurnya.” Beraninya kau mengganggu istirahatku.” Maki ular tersebut. Secepat kilat ular tersebut membelit tubuh Harimau dan berusaha menggigitnya disana-sini. Harimau tak mau kalah, ia juga balas menggigit perut Ular dan mencakar-cakar tubuh ular itu. Keduanya bertarung seru dalam waktu yang lama. “Hihiihhihhiiiii!!” Kancil tertawa, aku tak mau tahu siapa yang akan menang dan siapa yang akan kalah, lebih baik aku menyingkir sejauh mungkin.......” “Selamat tinggal Harimau bodohhh” kata Kancil dalam hati. Dan untuk kedua kalinya, Kancil selamat dari kebuasan seekor Harimau.

GAJAH YANG PINTAR


GAJAH YANG PINTAR Ada seekor gajah, tubuhnya tinggi, besar dan gemuk, belalainya panjang dan kuat dan sepasang gadingnya besar dan kokoh. Gajah itu sangat baik hati, tak jarang dia memberi makanan kepada binatang-binatang lainnya yang sedang kelaparan. Dia juga mau memberi pertolongan kepada orang yang menderita kecelakaan dan kesusahan. Pada suatu hari, Gajah itu mengadakan perjalanan jauh dan berkeliling-keliling di hutan. Beberapa lama dia berjalan, hingga menemukan Harimau yang sedang kesakitan karena tertimpa batang pohon yang roboh dan menimpa dia. “Gajah..Gajah...tolong aku!” pinta Harimau minta tolong. Mendengar teriakan Harimau minta tolong, Gajah itu langsung mengangkat pohon yang menindih Harimau tersebut menggunakan belalainya. “Terimakasih kawan” ucap Harimau. “Seandainya kamu tidak segera datang menolongku, mungkin aku sudah mati karena himpitan pohon itu. Sekali lagi terimakasih” “Sama-sama !, Sesama binatang memang haruslah saling tolong-menolong!” jawab Gajah merendah. “Tapi bagaimana sampai engkau tertimpa batang yang roboh ini?.” “Pada awalnya saya berjalan-jalan untuk mencari makan. Tapi belum sampai mendapatkan makanan, aku sudah merasa lelah. Saat itulah aku berhenti sejenak untuk melepaskan lelah sambil duduk-duduk dibawah pohon ini. Ketika ada angin kencang, tiba-tiba pohon ini roboh dan menimpaku. Begitulah ceritanya.” “Kalau begitu, kamu harus bersyukur karena kamu masih bisa selamat dan hanya mengalami luka-luka sedikit,” kata Gajah. “Ya..ya..kau benar. Karena rasanya tidak ada binatang lain yang bisa menolongku untuk mengangkat batang pohon besar ini selain dirimu.” Demikianlah, meskipun gajah memiliki kekuatan yang sangat besar sekali, yang takkan mungkin dimiliki oleh binatang-binatang lainnya, namun tetap saja dia rendah hati dan tak menyombongkan diri. Setelah itu, sang Gajah pun mohon diri kepada Harimau untuk meneruskan perjalanan. Tidak jauh dari tempat itu, didekat bukit disebalah sana, seekor Kancil sedang asyik menikmati buah mentimun segar dikebun Pak Tani. Beberapa buah mentimun telah dimakannya. “Perutku kini sudah kenyang” kata Kancil kemudian. “Aku sekarang harus mencari air untuk diminum.” Si Kancil segera meninggalkan kebun itu, ia berjalan kearah sungai. Pikirnya dalam hati, ia dapat minum sepuas-puasnya. Tapi apa yang ditemuinya? Setelah berjalan hingga ke Sungai, ia tidak mendapatkan sedikit airpun disana. Karena saat itu musim kemarau, air sungai menjadi kering, sehingga tidak ada air yang dapat dijadikan untuk membasahai tenggorokannya yang mulai kering. Dengan langkah agak gontai, wajah sedikit sayu dan kesal, si Kancil berjalan berkeliling hutan untuk mencari air minum. Beberapa kali ia harus kecewa karena ketika tiba di pinggir rawa juga tak memperoleh air sedikit pun. Demikian pula ketika dia sampai di pinggir danau, ternyata danau juga sudah kering. Padahal biasanya air danau tersebut selalu melimpah. Satu-satunya yang belum didatangi si Kancil adalah kolam besar yang berada di tengah hutan. “Nah, sekarang aku harus cepat-cepat pergi kekolam itu. Mungkin disana aku akan mendapatkan air minum yang cukup!” katanya dalam hati. Setelah beberapa saat si Kancil berjalan melewati padang ilalang dan pohon-pohon jati, tibalah dia didalam kolam itu. “Ternyata benar dugaanku. Masih ada air didalam kolam ini. Walaupun cuma berisi separo dari biasanya, tetap cukup dalam juga.” Gumannya dalam hati. Kolam itu sebenarnya danau kecil yang cukup dalam dan ketika pada musim kemarau airnya tinggal separoh sehingga keadaannya seperti sumur besar dengan dinding terjal. Tanpa pikir panjang si Kancil langsung terjun kedalam kolam, hatinya sangat gembira bisa menemukan air minum yang banyak. Ia pun minum dengan sepuasnya. Tenggorokannya pun sudah basah sekarang. Saat itu pula tenaganya pun langsung pulih kembali sehingga badannya terasa segar kembali. Namun apa yang terjadi kemudian. Tindakannya masuk kedalam kolam itu menjadi tindakan yang ceroboh. Ia belum memikirkan bagaimana caranya naik keatas. Kolam itu sungguh dalam dengan dinding yang terjal dan tak ada tangga untuk dinaiki. Bebrapa kali Kancil mencoba untuk naik atau memanjat dinding terjal itu, namun selalu gagal.. “Tolong....Tolong...! teriak Kancil minta tolong. Dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain hanya minta tolong. “Tolong....tolong aku.... Teriakan si kancil rupanya terdengar juga oleh Si Gajah yang kebetulan lewat disekitar kolam itu. “Hai, siapa yang didalam kolam itu? “Mengapa kamu berteriak-teriak minta tolong!” si Kancil tidak segera menjawab. Dia sedang mencari alasan. Rupanya dia tidak mau mengatakan apa yang terjadi sesungguhnya. Sebab bila ia mengatakan dengan jujur pastilah dia akan disalahkan oleh Gajah karena kecerobohannya. Ia akan meminta Gajah untuk turun ke kolam dan dari punggung Gajah itu ia akan naik ke bibir kolam. Maka si Kancil pun kemudian menjawab:”Tolong aku mengangkat ikan ini.” “Apa kamu mendapat ikan yang sangat besar?” tanya Gajah. “Benar...benar...aku mendapat ikan yang sangat besar” “Tapi bagaimana caranya aku turun kebawah?” tanya Gajah. “Sebaiknya kamu langsung terjun! Sebab bila tidak cepat-cepat kamu turun maka ikan ini akan lepas. Gajah merenung sejenak. Dia memang bisa turun dengan mudah, namun dia merasa akan kesulitan untuk keluar dari kolam tersebut. “Cil... mana ikan yang kau peroleh itu?” tanya Gajah “Cepat...ada pada sepasang kakiku” kata Kancil. “Kalau aku menolongmu Cil, bagaimana nanti aku naik dari dalam kolam itu yang dindingnya terjal ini?” tanya Gajah Kini Kancil terdiam, dia tak menyangka gajah bisa berpikir secerdas itu. Tidak seperti dirinya yang karena kehausan buru-buru terjun kekolam tanpa ada perhitungan. “Kau mau menanfaatkan aku ya Cil? Mau menipuku untuk kepentingan dan keselamatanmu sendiri?” tanya Gajah “Waduh Pak Gajah.....tolong aku” Gajah sepertinya tak mendengar teriakan Kancil. Terus saja berlalu dari tempat itu. Kancil jadi putus asa, air kolam memang tidak menenggelamkannya, kedalamannya hanya sebatas leher saja. Tapi berlama-lama didalam air bisa membuatnya mati kedinginan. “Ampun...tolong...tolong...! teriak Kancil. Hingga menjelang sore tidak ada binatang yang mendengar teriakan Kancil, kancil sudah hampir kaku karena kedinginan. “Aduh celaka! Aku benar-benar akan mati ditempat ini! Kancil benar-benar ngeri membayangkan dirinya mati kedinginan ditempat tersebut. Lau Kancil berteriak keras-keras. “Hai langit dan bumi, hai seluruh binatang didalam hutan! Aku bersumpah tidak akan memanfaatkan binatang lain untuk kejahilan atau kepentinganku sendiri, kecuali....!” Ketika mengucapkan kata kecuali, Kancil sengaja mengecilkan volume suaranya sehingga hampir tak terdengar. Tak disangka Gajah tiba-tiba muncul ditepi kolam. Kiranya Gajah sudah sejak tadi ada ditempat tersebut dan sengaja menyembunyikan diri. Ia begitu penasaran begitu mendengar ucapan si Kancil. “Kecuali apa Cil?” tanya Gajah tiba-tiba. “Oh pak Gajah, engkau datang lagi. Kata Kancil “Jawab pertanyaanku Cil, kecuali apa tadi? Tanya Gajah lagi. “Anu pak Gajah, kecuali terpaksa untuk menyelamatkan diri. Karena sebagai binatang kecil, nyawa saya sering terancam oleh binatang lain seperti Harimau, serigala dan buaya jahat!.” “Oh begitu” sahut Gajah. “Sekarang kamu sudah sadar dan berjanji tidak akan berbuat jahil , iseng dan perbuatan lain yang merugikan dan mencelakakan binatang lain?. “Benar pak Gajah” “Betul” tanya Gajah lagi “Betul pak Gajah saya insyaf deh!.” “Baiklah, sekarang aku mau menolongmu Cil” Kata Gajah. Lalu binatang itu menjulurkan belalainya yang panjang untuk menangkap Kancil dan mengangkatnya ke atas. Begitu sampai diatas tanah Kancil berkata sambil bersimpuh didepan kaki Gajah. “Terimakasih Gajah! Saya tak akan melupakan budi baik ini.” Sejak hari itu Kancil menjadi binatang yang Baik. Tidak lagi berbuat iseng seperti yang dilakukannya pada beruang dan binatang-binatang lainnya.

Kancil dan siput


Kancil dan siput Alam pedesaan yang subur, puluhan hektar sawah membentang hijau. Ditengah-tengah sawah tersebit, terdapat sebuah parit yang membelah sangat panjang. Pada parit tersebut tinggal sekelompok siput yang hidup rukun penuh kedamaian. Antara yang satu dengan yang lain saling tolong menolong, bahu membahu tanpa pandang bulu, yang tua menyayangi yang muda dan yang muda pun menyayangi yang lebih tua. Setiap pagi mereka pergi mencari makan . Ada diantara mereka yang berjalan menyusuri parit hingga sampai keujung. Namun ada juga yang menyebar sampai kedalam sawah-sawah yang ada disebelah kanan dan kiri parit. Ketika sore tiba, mereka mulai pulang kerumah masing-masing. Ada yang pulang membawa makanan untuk diberikan kepada anak-anak mereka yang belum bisa mencari makan sendiri. Pada suatu hari, tiba-tiba mereka didatangi oleh si Kancil. Dengan langkah yang begitu meyakinkan, si Kancil menyapa seekor siput yang agak jauh dari teman-temannya. “Selamat pagi Siput! Bagaimana kabarmu!” sapa si Kancil dengan wajah berseri-seri. “Baik-baik saja!” jawab Siput. “ Dan bagaimana denganmu?” “Seperti yang kamu lihat sendiri, aku tidak kurang apapun” jawab Kancil “Cil kenapa kamu disebut binatang paling cerdik?.” “Karena aku memang pintar!. Kata kancil dengan sombong. “Ohh, seberapa pintar otakmu? Tanya Siput. “Lho...kok tanyanya begitu? Kamu meledek ya ?” Tanya Kancil lagi. “Nggaaakk” jawab Siput. “Sudahlah Put, aku memang dikenal sebagai binatang paling pintar dan kau dikenal sebagai binatang paling malas karena jalanmu yang luambaaaat.” Tukas Kancil. “Cil, walau jalanku lambat tapi aku bukan pemalas. Kalau Cuma adu lari denganmu aku jamin kau pasti kalah.” “Lho...? kau menantangku adu lari cepat?” “Hanya untuk membuktikan bahwa bukan hanya kau yang berlari cepat!” “Huaaahahahahaaaaa.....Siput...Siput!” Kancil mengejek. “Kamu berani adu lari cepat Cil? Tanya Siput. “Wah...wah...Kau nekad ya Put. Baik kita berlomba lari cepat. Kapan dilaksanakan?” “Besok pagi!” jawab Siput dengan mantap. Si Kancil heran mendengar jawaban Siput yang seperti itu. “Baiklah besok pagi aku akan datang ke parit ini. Si kancil kemudian melangkah menuju hutan. Sedangkan Siput meneruskan usahanya untuk mencari makan. Baru setelah sore hari Siput pulang kerumahnya. Sesampai dirumah Siput berpikir keras untuk menemukan carayang paling tepat guna memberi pelajaran pada si kancil. Baru setelah tengah malam, Siput menemukan gagasan yang paling jitu. Malam itu juga ia segera menghubungi semua Siput yang ada disekitar tempat itu. Dengan sifatnya yang suka tolong menolong akhirnya semua Siput bersepakat untuk menaklukkan si Kancil dalam perlombaan lari besok pagi. Ketika matahari mulai muncul diufuk timur, semuaSiput sudah berkumpul ditempat yang telah ditentukan sebagai arena perlombaan. Satu persatu siput-siput tersebut mulai berjejer disepanjang parit. Mereka semua masuk kedalam air kecuali satu siput yang kemari bertemu dengan si Kancil. Setelah menunggu beberapa saat, si kancil pun datang ketempat tersebut. “Selamat pagi Siput! Apakah kamu sudah siap melawanku hari ini?” tanya si Kancil penuh percaya diri. “Oh..tentu Cil!. Karena aku tidak bisa berlari didaratan maka nanti aku akan berlari dalam parit. Sementara kamu nanti berlari diatas pematang sawah.” Kata siput menjelaskan aturan main mereka. “Saya setuju. Mari sekarang kita mulai!” jawab si Kancil yang sudah tidak sabar lagi. Setelah aba-aba dibunyikan, segera kedua binatang itu memulai perlombaan. Si Kancil langsung berlari diatas pematang sawah, sementara Siput langsung masuk kedalam air parit. Si Kancil berlari cukup cepat, dalam hatinya dia sudah yakin bahwa dirinyalah yang akan jadi pemenang. Setelah beberapa saat berlari, ia kemudian berhenti, ia ingin memastikan apakah Siput mampu mengejarnya ataukah masih jauh ketinggalan dibelakang?. “Siput...! Siput..! sampai dimanakah kamu sekarang?” teriak si Kancil untuk mengetahui posisi si Siput. “Kuk..” Hai Cil, Mengapa kamu baru sampai disitu? Aku sudah berada didepanmu.” Si Kancil terkejut melihat Siput muncul didepannya. Ia Tak menyangka kalau Siput mampu mendahului kecepatannya. Si Kancil pun berlari lagi, kali ini ia berlari lebih cepat lagi dan lebih cepat dari yang sebelumnya. Dirinya tidak ingin dikalahkan oleh Siput. Beberapa saat kemudian Kancil memanggil Siput lagi. “Siput .....!. Sampai dimanakah kamu sekarang?” Sambil menampakkan diri pada permukaan air, Siput pun menyahut, “Kuuk, hai...Cil ada apa?, megapa kamu tetap dibelakangku?” kata Siput itu. Berulangkali si Kancil memanggil siput untuk mengetahui posisinya, saat itu juga Kancil terkejut mengetahui kalau Siput selelu mendahului dia. Semua tenaga sudah dikerahkan, tapi tetap saja Siput selalu didepan. Akhirnya si Kancil pun tak sanggup meneruskan larinya. Ia kemudian mengakui bahwa Siput diam-diam dapat berlari dengan cepat sekali, jauh melebihi kecepatannya. Apa yang terjadi sesungguhnya, sehingga si Kancil bisa dikalahkan oleh Siput? Si Kancil ternyata kalah cerdik dengan dengan Siput. Dia tak menyadari kalau diparit itu sudah ada ratusan siput berjejer sampai diujung. Sehingga setiap kali dia memanggil Siput untuk mengetahui posisinya, saat itu pula muncul Siput yang berada didepannya. Jadi dengan begitu Siput yang memulai pertandingan dengan Kancil sebenarnya masih pada posisi semula dan tidak bergerak sama sekali. Namun tidak diketahui samasekali oleh Kancil sehingga diapun harus menerima kekalahan lomba lari atas Siput.

Kancil Dan Serigala (Kuda Yang Malang).


Kancil Dan Serigala (Kuda Yang Malang). Saat ini sedang musim kemarau sehingga cuasa siang hari sangat panas. Sinar matahari benar-benar terasa menyengat. Ditengah hutan Kancil berjalan gontai. Perutnya benar-benar kelaparan. Semenjak pagi perutnya belum terisi apapun juga. Dimusim kemarau ini Kancil kesulitan mencari buah timun dan buah segar untuk dimakan. Kancil berjalan kian kemari, barangkali ada makanan yang bisa dijadikan sebagai pengganjal perutnya yang lapar. Melewati gerumbul didekat sungai kecil, Kancil dikejutkan oleh suara rintihan. Suara yang terdengar sangat memelas meminta tolong. “Tolong....Tolong...!” Kancil berdiri tegak mencari sumber suara. Suara itu berasal dari rumpun bambu. Ia pun segerah melangkah untuk mendatangi asal suara itu. Sejenak dilupakannya rasa lapar dan keinginannya untuk mencari makan. Ternyata disana sahabatnya si Kuda tengah diterkam oleh Serigala. “Tolong...tolong..!” kuda merintih kesakitan. Punggungnya telah berdarah akibat gigitan Serigala. Perutnya tercengkeram kuku tajam Serigala. “Kena kau” ucap Serigala disela-sela gigitannya. “Hari ini engkau menjadi santapanku” Si Kuda telah meronta-ronta dengan hebat dan berusaha keras untuk melepaskan diri. Namun gigitan serta cengkeraman Serigala tidak dapat dilepaskannya. Kuda makin kesakitan dan berdarah sementara Serigala makin bernafsu untuk segera memakannya. Melihat sahabatnya menderita kesakitan, Kancil berusaha memberikan bantuannya. Kancil berkata: “Wah, hebat betul engkau hari ini Serigala.!” Serigala kaget menyadari kemunculan si Kancil. “Hei Cil... apa kau juga ingin kumakan?” tunggulah sebentar, aku makan Kuda ini dulu.!” “Cil...tolonglah aku...!” rintih Kuda. “Tenanglah kawan,” kata Kancil seolah-olah tak memperhatikan penderitaan temannya. “Aku turut bersyukur dan gembira melihat tangkapanmu ini kawan, meski....” “Meski apa Cil?...Tanya Serigala sambil menyeringai geram. “Meski keberuntunganmu belum lengkap adanya!” “Apa maksudmu Cil”, Tanya Serigala penasaran. “Kau dapat menangkap Kuda ini hanya karena dia sedang sakit kakinya, cobalah engkau pikir baik-baik. Apakah selama ini engkau bisa mengejar dan menangkap Kuda itu?” tanya Kancil. “Walaupun larimu kencang, itu belum seberapa dibanding dengan larinya Kuda!” “Apa maksudmu Cil?” ucap Serigala tak mengerti. “Maksudku, jika kakinya tidak pincang, mana mungkin engkau mampu menangkap Kuda itu?. Sejenak Serigala melepaskan gigitannya pada punggung Kuda itu. Matanya liar manatap Kancil. Serigala turun dari atas punggung Kuda, Kancil terus berkata “Kuda itu kakinya pincang karena telapak kakinya luka tertusuk duri. Kalau tidak tenggorokanmu pasti sakit tertusuk oleh duri itu jika kamu tetap makan daging kakinya. Dan kamu akan sukar melepaskan duri itu dari tenggorokanmu.” Kuda pun mulai menyadari siasat Kancil. “Kalau kau tidak percaya, boleh kau periksa sendiri duri ditelapak kaki kuda itu.” Serigala menurut, ia beranjak kebelakang Kuda itu dan mau memeriksa dan mencabut duri tersebut. Sementara Kancil mengedip-ngedipkan matanya pada Kuda. Kuda pun mengangkat kaki belakangnya dan pada saat wajah Serigala mendekat untuk melihat telapak kaki Kuda itu......... Inilah kesempatan yang baik, Kuda dengan sekuat tenaga menyepak wajah Serigala! “Nih...rasakan dulu tendangan kakiku...!” teriak Kuda. Betapa Kerasnya tenaga Kuda menendang Serigala itu hingga tubuhnya terjengkang hingga terbentur kesebuah batang pohon. Wajagnya berdarah hebat dan seketika itu dia pun pingsan. “Hehehehe..., siasatmu memang jitu Cil!” kata Kuda kepada Kancil. “Terimakasih ya Cil!”. Kata Kuda berterimakasih kepada Kancil. “Sama-sama sahabatku....!” sahut Kancil. “Kita harus segera meninggalkan tempat ini!” sambung Kancil. “Kau benar Cil, Jika Serigala siuman pastilah akan mengejar kita. Ayo cepat kita berlari meninggalkan tempat ini!” Itulah hewan kecil namun berotak cerdas. Siapa lagi kalau bukan Kancil. Kancil tidak selalu nakal dan iseng. Ia memang suka makan timun, tapi tidak berlebihan. Yang jelas Kancil suka menolong hewan lainnya.

Kancil dan Pak Tani


Kancil dan Pak Tani Pagi yang cerah, matahari bersinar dengan indahnya. Pak Tani berangkat ke sawah dengan riang gembira sembari memanggul pacul. “Aku akan memeriksa kebun timunku, barangkali besok sudah bisa dipanen,” demikian guman Pak Tani. Tetapi sesampainya di kebun timun... Alangkah kagetnya Pak Tani. Buah timun di kebunnya banyak yang rusak. “Aduh! Siapa yang merusak kebun timunku ini. Mengapa harus dirusak, kalau mau ambil boleh aja, tinggal ambil. Aku bukan petani yang pelit.” Dengan hati yang muram Pak Tani pulang ke rumah. Ia menduga hewan apakah yang suka mentimun. “Ha....pasti si Kancil,” guman Pak Tani. Pak Tani mencari akal untuk menjebak kancil lalu ia membuat orang-orangan yang diberi perekat yang sangat kuat. Menjelang sore orang-orangan itu sudah selesai dan dibawa ke tengah kebun timun untuk dipasang. “Aku tahu kancil hewan yang cerdik, ia akan mengejek orang-orangan ini.....tapi rasakan nantinya ya.....” pikir Pak Tani. Benar saja, malam harinya Kancil mendatangi kebun itu. Ia tertawa sinis melihat adanya orang-orangan itu. “Cuma orang-orangan, siapa takut?. Kancil lalu melintasi orang-orangan itu. Dan kini ia makan buah timun yang muda-muda. Ternyata tidak banyak juga yang dimakan Kancil, hanya makan tiga buah timun ia sudah merasa kenyang. Ia juga tidak merusak buah timun yang lain. Puas makan timun, Kancil lalu mendekati orang-orangan itu dan sifat jahilnya kambuh. Ia pukul orang-orangan itu dengan kaki depannya. “Aduh! Kok melekat!” pekik kancil kaget. “Hai orang-orangan jelek, lepaskan kakiku kalau tidak kupukul lagi kau!” Tentu saja orang-orangan itu hanya diam saja. Kancil memukulkan kaki depannya yang satu lagi. “Plak” kini kedua kaki depannya melekat erat di baju orang-orangan itu. Perekat yang dipasang pada baju orang-orangan itu sangat kuat, kancil tidak bisa melepaskan diri, semalaman ia menangis. Pagi harinya Pak Tani datang membawa pentungan. “Haaaa.....ini dia biang keroknya. Kutangkap kau!” “Cil, kau boleh makan timunku tapi jangan kau rusak buah yang lain!” “Ampun Pak Tani, bukan aku yang merusak timunmu. Aku Cuma memakan dua atau tiga buah saja, kok!.” Pak Tani tidak percaya omongan Kancil itu. Ia ikat leher si Kancil dan diseret pulang ke rumah. Dirumah Pak Tani, Kancil diletakkan didalam kurungan ayam. “Batu ini cukup berat, tak mungkin kau bisa meloloskan diri. Aku akan pergi ke pasar untuk membeli bumbu sate.” “Ampun Pak Tani, aku jangan disate!.” Rengek si Kancil. Pak Tani pergi ke pasar, pada saat itu ada seekor Anjing mendatangi kurungan si kancil. “Cil, kenapa kau dikurung disitu?” tanya si Anjing. “Lho? Apa kau tidak tahu Njing?” kancil balas bertanya. “Katakan ada apa Cil?” “Begini Njing, aku ini akan diambil menjadi menantu oleh Pak Tani. Makanya sekarang Pak Tani pergi ke Pasar untuk membelikan baju dan makanan lezat-lezat untukku.” “Wah kau nggak pantas Cil, tubuhmu kan kecil lebih baik aku saja yang menggantikanmu jadi menantu Pak Tani.” “Wow, kok enak.....sudah sana pergilah Anjing!.” Anjing tiba-tiba mengerang marah,”Cil, kalau kau tidak mau kugantikan sekarang juga, batu diatas kurungan itu akan kudorong dan lehermu akan kugigit habis sampai putus!.” “Wah jangan begitu dong!.” “Mau apa tidak?.” “Baik....baik, terpaksa aku turuti kemauanmu.” Anjing mendorong batu hingga jatuh. Kurungan pun dibuka. Kancil keluar lalu Anjing masuk menggantikan. “Selamat menjadi menantu Pak Tani tuan Anjing.” Seru kancil sambil berlari kencang menuju hutan. Sesaat kemudian Pak Tani daatang. Ia kaget bukan kepalang melihat kancil yang berada didalam kurungan ayam berubah menjadi Anjing. “Hormat pada calon mertua,” kata Anjing. “Kancil memberikan haknya sebagai calon menantu Pak Tani kepada saya si Anjing yang gagah perkasa.” “Terus ...mana si kancil? Tanya Pak Tani. “Sudah pergi ke hutan Pak Tani” “Kamu mau jadi menantuku?” “Benar Pak Tani...” jawab Anjing dengan nada gembira. “Sekarang keluarlah dari kurungan , lalu duduklah yang manis dan pejamkan matamu, aku akan memanggil putriku dari dalam rumah. Anjing menunggu dengan hati berdebar. Pak Tani muncul kembali, tetapi bukan dengan putrinya, melainkan dengan membawa pentungan. “Nih hadiah untukmu!” teriak Pak Tani sembari memukul kepala dan punggung si Anjing. “Ampun....!” Anjing menjerit dan melarikan diri sambil membawa dendam karena merasa tertipu oleh si Kancil. “Awas kau ya Cil, jika ketemu langsung kugigit kau!.” Kancil sudah sedari tadi berlari kencang. Namun tetap kalah kencang dengan Anjing sehingga hanya dalam beberapa saat saja Anjing sudah bisa menyusul dibelakangnya. “Wah gawat, Anjing sudah dibelakangku,” kata Kancil dalam hati.” Aku harus segera bersembunyi.” Anjing sangat marah kepada kancil, terlebih karena sudah dipukul oleh Pak Tani, ia pun mendekati Kancil itu. “Hai kancil kurang ajar, tunggu aku.. kugigit kakimu!” “Lho? Kok marah, kau sendiri kan yang minta diambil menantu Pak Tani?” sahut kancil Sembari mempercepat larinya. “Hug...Hugg.....Hug...! dasar penipu...! kau bilang mau dijadikan menantu padahal Pak Tani ingin menyembelihmu untuk dijadikan sate!” “Kancil memang bertubuh kecil namun memiliki otak cerdas. Kalau adu lari ia pasti kalah, maka kancil bersembunyi dibalik semak-semak. Anjing tidak mengetahuinya dan terus mengejar. “Dasar Anjing bodoh!” kata kancil sambil tertawa. Dengan hati-hati ia tutup jejaknya dengan debu supaya tidak diendus sama Anjing. Benar, ternyata Anjing tak dapat mengetahui keberadaannya. Dan selamatlah Kancil dari amukan si Anjing.

Kancil dan Kera


Kancil dan kera Ada seekor Kera menemukan kebun pisang yang luas dan sedang berbuah banyak. Ia pun senang bukan kepalang. Ia pun kemudian menceritakan temuannya itu kepada binatang-binatang lainnya. “Tapi ingat ya, kebun itu kebun Pak Tani, jika kalian kesana pastilah akan ditangkap dan dibunuh,” kata Kera. Si Kancil pun juga telah mendengar tentang kebun pisang yang luas tersebut, dan mulai mencari-cari lokasinya dan akhirnya mampu menemukan lokasi kebun tersebut. Kancil menyusup kedalam namun sial baginya karena dia tidak mampu mengambil buah dari ujung batang pisang tersebut. Sedang memikirkan cara untuk mendapatkan pisang, tiba-tiba Kancil dilempar kulit pisang, ia bermaksud lari karena takut bila yang melempar adalah Pak Tani si pemilik. Ketika ia mendongak keatas tahulah Kancil kalau yang melempar kulit pisang itu adalah seekor Kera. “Sialan, ternyata Kera! Dasar Kera jelek dan bodoh!” “Heheheheh! Biar bodoh begini aku bisa manjat dan menikmati pisang matang sepuas hatiku!” “Dasar Kera bodoh!” lemparanmu tadi sebenarnya tidak mengenai tubuhku, sebab kau Cuma gunakan kulit pisang saja. Coba gunakan pake pisang mungkin bisa kena!, tapi apakah kau bisa mengenaiku kera bodoh?” tantang Kancil. Kera tersinggung dibilang bodoh lalu ia melempari kancil dengan pisang sungguhan yang sudah matang. “Nih....! mampus kau!” teriak Kera sambil melempari Kancil. Kancil berkelit sehingga pisang tidak mengenai dirinya. “Dasar kera bodoh” katanya lagi. “Lemparanmu melesat, coba lagi!” Cukup banyak pisang matang yang dilemparkan oleh Kera, ada tiga puluh buah sehingga yang tersisa di tandanan pisang itu tinggal dua biji saja. “Hehehe...masih mau melempar lagi? Bertanya Kancil. Kera melempar lagi namun lemparannya meleset juga. Kini Kera mulai sadar kalau sebenarnya Kancil telah memperdaya dia. Karena tinggal satu buah pisang lagi dan dia masih lapar maka dia tidak mau melempar sisanya itu lagi. Ia pun makan pisang yang satu buah itu. Sementara si Kancil mengumpulkan buah pisang yang berserakan tadi dan memakannya dengan lahapnya. “Heheheh....dasar Kera bodoh!” katanya lagi.

Kancil dan Jebakan Pak Tani


Kancil dan jebakan pak tani, Kancil memang cerdik. Berkali-kali ia hampir diterkam Harimau tetapi tetap saja bisa meloloskan diri. Hingga suatu hari ia mengalami kelelahan dan kelaparan karena habis berlari akibat menghindari kejaran binatang yang ingin memakannya. Setelah beberapa saat berjalan kaki melewati padang ilalang dan semak belukar, dia pun menemukan kebun sayur-sayuran. Berbagai tanaman dikebun itu sangat subur tumbuhnya. Hal itu membuat Kancil menjadi sangat lapar. Ia segera memasuki kebun tersebut. Tapi tunggu dulu, ternyata kebun itu dijaga Pak Tani. Pak Tani nampak sedang memandangi tanamannya yang segar dan subur. Menyadari hal itu, maka Kancil pun segera pulang kedalam hutan dan berniat untuk datang kembali bila hari sudah gelap saat Pak Tani sudah pulang kerumahnya. Maka menjelang senja, Kancil pun datang lagi ketempat itu. Ia mengintai Pak Tani yang masih sibuk melihat-lihat buah timunnya. Namun Pak Tani kemudian bersiap-siap untuk pulang ke rumahnya. Pak Tani pun tidak menyangka kalau kebunnya sudah diintai oleh Kancil. Setelah Pak Tani tidak kelihatan lagi, Kancil segera menggali lubang pagar kebun tersebut lalu masuk kekebun itu. Mulailah ia melahap sayur-sayuran segar termasuk buah mentimun muda kesukaannya. Kancil jadi keranjingan. Besoknya kancil datang lagi ke kebun itu melalui lubang yang telah dibuatnya. Mula-mula Pak Tani tidak mengetahuinya, karena berkali-kali Kancil mencuri timunnya barulah Pak Tani menyadari kalau sudah ada binatang yang merusak dan mencuri tanamannya. “Betul-betul kurang ajar yang merusak timunku!” geram Pak Tani. “Jika aku menemukan binatang perusak itu, maka aku akan membunuhnya, tak peduli hewan apapun itu!” Setelah meneliti dengan seksama, Pak Tani pun kemudian tahu lubang yang dipakai si Kancil untuk keluar-masuk kebunnya itu. Letaknya berlawanan dengan arah pintu masuk kebun. Pak Tani pun langsung menggali lubang tepat dibekas jalan keluar masuk si Kancil. Lubang itu ditutupi dengan dedaunan dan potongan kayu. Penutup lubang hanya berfungsi sebagai perangkap agar si penyusup tidak sadar kalau di depan lubang itu sudah ada perangkap besar. Menjelang sore, perangkap itu sudah selesai dan Kancil tidak mengetahuinya. Pak Tani melakukan itu untuk mengetahui siapa sebenarnya yang telah mencuri dan merusak kebun timunnya. Seperti biasanya, menjelang sore hari maka kancil pun datang kekebun itu lagi untuk mendapatkan makanan kesukaannya. Dia segera mengintip apakah Pak Tani sudah pulang atau belum. Setelah yakin kalau Pak Tani sudah pulang maka ia pun segera menuju jalur keluar masuk yang dia buat sendiri. Setelah itu dia pun mencoba untuk masuk, langkah pertama disusul langkah kedua dan langkah ketiga.....Huuuup.....Kancil pun terperosok dalam lubang yang dalam yang dibuat oleh Pak Tani. Sungguh Kancil tidak sadar karena lubang itu tertutup daun dan ranting yang tidak kuat menahan beban badannya, setelah menginjak dahan dan ranting muda, dia pun langsung terperosok dalam lubang itu. Kancil pun terkejut menyadari dirinya berada dalam perangkap. Ia berusaha mencari jalan keluar namun tidak bisa karena Pak Tani membuat lubang dengan dinding terjal. Berkali-kali Kancil mencari akal dan berusaha melompat namun tetap sia-sia karena lobang itu cukup dalam. Dalam keadaan putus asa kancil berkata “Ampun...mati aku kali ini.” Kancil pun mengucapkan doa-doa yang dia harap bisa mempengaruhi binatang yang lewat disekitar lubang itu. “Tap teratap daun terentang, langit gelap tidak berbintang, besok hari akan kiamat, diadalam lubang ini aku selamat” Kura-kura yang lewat menengok kedalam lobang. Dia pun lansung bertanya, “Hai apa kerjamu dalam lubang ini Cil?”. Kancil pun menjawab kalau dia sedang berdoa karena menurut ahli nujum besok kiamat akan tiba. Kura-Kura itu percaya kalau besok akan kiamat. Ia pun minta kepada Kancil supaya diijinkan masuk dalam lubang. Setelah sepakat dengan aturan didalam lubang itu, maka Kura-Kura pun masuk dan akan berdoa seperti doa Kancil. Setelah Kura-Kura, Seekor Babi kemudian lewat dan mendengar doa mereka. Ia juga terpengaruh dengan doa mereka dan bergabung masuk lobang. Sama halnya dengan seekor Kijang yang juga masuk kedalam lobang tersebut. Lalu datanglah Harimau yang juga mendengar doa mereka semua. Ia juga segera masuk lubang supaya bisa selamat dari kiamat tanpa merasa curiga sedikitpun. Setelah Harimau masuk, maka Kancil pun mulai bicara, “Kita harus mengaji supaya selamat esok hari, dan diantara kita tidk boleh ada yang kentut. Jika ada yang kentut maka dia harus dikeluarkan dari dalam lubang” kata Kancil. Semua penghuni lobang bersepakat mengucapkan “Setuju” Tetapi suatu keganjilan terjadi menjelang pagi, karena ada bau kentut diantara mereka. Bau kentut itu sangat menyengat sekali. “Siapa kentut” bentak Kancil Serentak mereka ketakutan. Mereka mulai memeriksa satu sama lain. Ternyata keempat teman Kancil tidak ada yang kentut. Maka keempat binatang itu akhirnya mulai memeriksa Kancil. Kura-Kura yang membaui Kancil kaget dan berteriak bahwa sumber bau itu berasal dari Kancil. “Ternyata yang kentut itu adalah Kancil” teriak Kura-Kura. “Sesuai peraturan, barangsiapa yang kentut maka dia akan dilemparkan keluar lobang saat itu juga” sambung Kura-Kura lagi. “Ya setuju” teriak yang lainnya. Harimau yang diam sejak tadi mulai geram dan tanpa basa-basi langsung memegang Kancil dengan penuh amarah. “Dasar tukang usil! Yang lain dilarang kentut, malah dirimulah yang kentut!” kata Harimau. Tetapi Kancil adalah Kancil, ia pun mulai berpura-pura. “Maafin saya pak Harimau! Rengek Kancil Tetapi Harimau sudah tak sabar lagi dan langsung melemparkan Kancil keluar lubang. Sesampai diatas lobang, Kancil pun berkata: “Terimakasih kawan-kawan. Aku selamat dan kalian masuk perangkap Pak Tani!” “Astaga...kita ditipu lagi oleh Kancil” teriak mereka. “Dasar licik!” Kura-Kura memaki. “Hehee...akhirnya keluar juga aku dari lubang celaka itu!” kata Kancil sambil terus berlari menjauhi kebun Pak Tani. Dia pun waspada, jangan-jangan yang lain sudah bebas dan mengikutinya untuk balas dendam. Terutama Harimau yang pandai meloncat..... “Astaga...” pikir Kancil dalam hati. Ia pun terus berlari dan berlari menjauhi lobang tempat teman-temannya terperangkap.

Kancil dan Harimau 2


Kancil Dan Harimau 2 Siang itu Kancil hendak pergi minum ketepi danau ditengah hutan. Tiba-tiba datang seekor harimau yang langsung ingin menerkam si Kancil. Dengan mata yang bersinar merah dia menatap si Kancil. Kancil sangat ketakutan lalu cepat-cepat lari. Dia tidak mau menajdi mangsa harimau itu. Melihat sikancil lari, Harimau pun mengejarnya. Namun ia kehilangan jejak meskipun sebenarnya Kancil berlari lebih lambat. Itu karena si kancil yang cerdik langsung menyelinap dibalik rerimbunan semak-semak. Harimau berkjalan kesana kemari tapi tetap saja si Kancil tidak ditemukan.harimau menjadi sangat kecewa dan kesal. Ia sebenarnya sudah tidak sabar lagi untuk menyantap daging si Kancil karena sudah merasa sangat lapar. Harimau kemudian menghentikan pencariannya. Ia duduk setengah berbaring sambil bersandaran pada akar pohon. Matanya yang bersinar-sinar menyapu disekelilingnya. Beberapa saat lamanya ia termenung, sampai ia dikejutkan oleh sebuah suara.... “Praaaakk...” Rupanya bunyi itu berasal dari suara patah sebuah ranting kering yang diinjak oleh Kancil. Si Kancil yang disangka telah pergi jauh dari tempat itu, ternyata masih bersembunyi dibalik rerimbunan daun. Mengetahui si Kancil masih berada tidak jauh dari tempat tersebut, Harimau langsung bergerak menuju sumber suara tadi. Karena keadaan tidak menguntungkan, si Kancil mulai melarikan diri kembali. Melihat si Kancil yang sedang berlari, Harimau pun memanggilnya. “Hai Kancil....jangan lari...!. aku tidak akan menyakitimu, berhentilah!!. “Aku tidak akan berhenti!” jawab si Kancil. “Pasti kamu akan memangsaku.” “Percalah Cil!” aku tidak makan memakan dirimu, Bukankah kita bersahabat?.” Bujuk Harimau. “Kalau begitu apa jaminannya kalau kamu benar tidak mau memangsaku?” “Baiklah bila kamu masih ragu, saya akan berjanji bila perkataanku ini bohong, amak aku rela mati ditanganmu.” Mendengar bujukan dan kata-kata manis sang Harimau yang demikian membuat si Kancil akhirnya menghentikan langkahnya. Tak seberapa lama kemudian, Harimau sudah bisa menyusulnya. Akan tetapi Harimau mau mengingkari janjinya, ia mau membohongi si Kancil. Sebab bila tidak bohong mustahil dia bisa punya kesempatan untuk dekat dengan binatang cerdik yang susah ditangkap itu. “Nah...sekarang kamu kena tipu anak manis!” ucap Harimau dengan gembira “Apa maksud perkataanmu itu sobat?” tanya Kancil “Sekarang jangan banyak tanya lagi, sudah saatnya kamu menjadi santapanku hari ini. Aku adalah raja hutan, siapa saja harus tunduk pada perintahku.” Si Kancil akhirnya menyadari bahwa dirinya sedang ditipu, janji yang pernah diucapkan siraja hutan hanyalah kata-kata bohong untuk mengelabuinya saja. Namun si Kancil tidak habis akal, ia pun mulai mencari ide baru untuk bisa meloloskan diri dari Harimau itu. “Baiklah bila seperti itu yang kamu kehendaki,” kata Kancil seolah-olah dirinya sedang menyerah. “Tapi....sebenarnya kamu bukanlah satu-satunya raja di hutan ini.” Kata Kancil. “Apa katamu?? Tanya Harimau yang sudah tidak sabar untuk menyantap si Kancil. “Sebelum aku mencari minum di danau tadi, sebenrnya aku telah bertemu dengan harimau lain selain dirimu. Dia juga ingin memangsaku sebagaiman yang enkau inginkan. Tapi karena aku haus, terlebih dahulu aku ingin minum di danau. Setelah itu aku menemui dia lagi. Oleh karena itu sebelum kamu memakan aku sebaiknya kamu harus bisa mengalahkan dia.” Kata si Kancil. “Bila permintaanmu demikian, maka baiklah! Aku akan penuhi, tapi dimana dia sekarang?.” “Dia tinggal dalam sebuah sumur yang terletak ditengah hutan” jawab si Kancil. “Sekarang coba kamu tunjukkan tempat itu!” sudah tak sabar aku ingin mengalahkan dia,” kata sang Harimau dengan sombong. “Aha... benarkah kamu dapat mengalahkan dia?. Dia sangat besar dan kuat,” Kancil berusaha memanas-manasi Harimau itu. “Sudah.... jangan banyak cakap, antarkan aku kepadanya.” “Baiklah, mari ikut saya!.” Kata Kancil. Si Kancil berjalan terlebih dahulu, sementara sang Harimau mengikuti dari belakangnya. Setelah menyusuri jalan yang agak menanjak dan berbelok dua kali, tibalah keduanya ditempat yang dituju. Sebuah sumur yang cukup dalam dan ditumbuhi oleh rumput-rumput yang agak panjang pada sekeliling sumur. “Inilah tempat yang kumaksud” kata Kancil. “Cobalah kamu tengok kedalam. Pasti kamu akan melihat seekor Harimau didalamnya.” Sang Harimau kemudian berjalan mendekati sumur itu, ia kemudian langsung menengok kebawah. Harimau itu melihat dengan jelas bahwa didalam sumur juga ada Harimau yang mirip dengan dirinya. Tak lama kemudian, Harimau itu meraung dengan keras. “Aaauuuummmmgg..!” suaranya terdengar menggelegar keseluruh penjuru huta. Namun saat itu pula dari dalam sumur juga ada suara aungan yang sama. “Nahh.... dia jua meraung sobat! Kata si Kancil, “Dia seperti sedang menantangmu.” “Apa..? Dia berani menantangku?” “Benar! Bila kamu tidak percaya, meraunglah sekali lagi. Dia pasti akan meraung juga sebagai pertanda bahwa dia juga berani kepadamu,” Ucap si kancil meyakinkan. Sang harimau pun meraung sekali lagi. Raungannya sangat keras melebihi yang pertama tadi. Dan ternyata benar, dari dalam sumur terdengar pula suara harimau yang meraung. Maka sang Harimau menjadi sangat marah dan segeralha dia melompat kedalam sumur. “Byuurrr...!” suaranya begitu menggema dari dalam sumur dan airnya pun menjadi keruh. Namun apa yang terjadi. Ternyata didalam sumur tidak ada harimau lain. Suara raungan tadi hanyalah suara pantulan gema suara harimau itu sendiri yang timbul dari dalam sumur. Dan harimau yang terlihat didasar sumur adalah bayangannya sendiri saat dia melihat kedasar sumur tadi. Sebab air didalam sumur sangat jernih sehingga bisa menghasilkan bayangan yang sangat jelas. Dengan berlagak bodoh si Kancil bertanya: “ Bagaimana Sobat? Apakah kamu bisa mengalahkan dia?” “Ternyata kamu menipuku! Sahut harimau bersungut-sungut dan baru sadar kalau dirinya telah dikerjai oleh Kancil. “Itulah balasannya padamu yang ingkar janji” jawab si Kancil sambil kemudian melangkah pergi. Tak lama kemudian sang Harimau pun kehabisan tenaga untuk berenang. Perlahan-lahan tubuhnya mulai tenggelam kedasar sumur dan mati.

Kancil dan Burung Puyuh


Kancil dan burung puyuh. Pak Congkak adalah pedagang kayu yang sombong. Ia dibenci penduduk yang tinggal didesanya. Bahkan binatang yang hidup disekitarnya pun membencinya. Pada setiap pertemuan diantara binatang itu, mereka sering membicarakan kesombongan Pak Congkak. Burung puyuh pun sudah merasakan pernah dilempari pada saat hinggap pada pekarangan Pak Congkak. Kayu kopi pun mengadukan nasibnya. “perhatikanlah badanku ini bengkak-bengkak dan lecet-lecet akibat tali tambat kambing Pak Congkak. “Kita harus cari teman untuk membalas dendam kita pada Pak Congkak. Kata Puyuh. Mereka pun mencari sahabat yang bisa membantu dan juga tinggal disekitar mereka. Tidak berapa lama mereka bisa menemukan Kancil yang terkenal cerdik. Mereka akan membuat siasat yang jitu untuk menghadapi Pak Congkak. Tetapi kancil merasa bahwa dia tidak dapat melakukannya sendiri. “Aku hanya punya siasat, kita butuh bantuan dari yang lain” kata Kancil. Melihat ada tanggapan positif dari Kancil, maka Puyuh pun semakin bersemangat sambil berkata.” Nah...kalau begitu, kita cari satu teman lagi yang bisa membantu kita!” Mereka berjalan-jalan hingga akhirnya bertemu Napal yaitu seonggok tanah liat yang sangat licin. Napal biasanya ada disekitar hutan-hutan atau bukit bukit yang terlindung. Merekapun langsung mempersiapkan siasat yang jitu untuk menghadapi Pak Congkak agar tidak sombong lagi. Pada suatu malam ketika Pak Congkak sedang tidur pulas, empat sekawan itu telah beraksi dan melakukan perhitungan kepada dia. Ada yang masuk menyelinap ada juga yang tetap tinggal diluar dirumah. Mereka melakukan tugas masing-masing sesuai dengan rencana semula. Yang pertama masuk adalah Kayu Kopi. Pak Congkak kaget sekali karena ada yang mengetuk rumahnya pada malam hari. “Ada maling!”, pikirnya dalam hati. Pak Congkak pun segera bangun dari tidurnya. Ia Khawatir bila ada yang membawa dagangannya atau merusak rumahnya. Perlahan ia menuju pintu. Tapi setelah tiba di pintu depan ia tidak melihat apa-apa. Ia segera turun dari tangga menuju dapur mau mencari korek api. Ketika kakinya menginjak tangga, ia pun menginjak seonggok napal licin dan membuatnya tergelincir hingga jatuh ketanah. Mana mungkin pikir Pak Congkak. Dia tidak menduga ada napal licin ditangga rumahnya. Walaupun tangga itu tak begitu tinggi. Namun dibawah tangga ada batu-batuan yang langsung menghantam dadanya. Rasanya seperti dihajar habis-habisan. “Aduh...”Pak Congkak berteriak keras sekali. “Kejadian itu mengejutkan Kancil yang dari tadi menunggu giliran untuk melampiaskan dendam kepada pak Congkak. Dalam keadaan gelap gulita mata Kancil bisa menembus suasana malam dengan jelas. Segera ia menerjang mata kanan Pak Congkak. Pak Congkak pun menjerit-jerit kesakitan. Ia pun benar-benar geram. Tetapi dia tidak putus asa dan tetap berusaha merangkak mendekati dapur. Tujuannya ingin mencari korek api untuk menyalakan lampu. Bila suasana terang dia bisa melihat siapa lawannya. Didapur telah menunggu si Burung Puyuh. Ketika tangannya hendak menggapai korek api, tiba-tiba si Burung Puyuh mengepak-kepakkan sayapnya sehingga abu dapur memenuhi ruangan. Mata kiri Pak Congkak kemasukan debu. Pak Congkak tidak bisa melihat dengan jelas lagi. Ia berlari kesana-kemari sambil berteriak kesakitan. Dia ingin lekas menuju tangga dan berlindung didalam rumahnya. Tetapi sepasang matanya tidak bisa melihat lagi. Maka ia pun menabrak apa saja. Maka Pak Congkak pun makin panik. Sepasang matanya sangat pedih dan berair. Sambil menahan rasa sakit, dia berusaha menggapai tangga sekalipun badannya sudah terasa remuk karena jatuh tergelincir dari tangga rumahnya. Satu tangga pun bisa di raihnya dan mulai merasa lega. Ia menahan nafas. Dua anak tangga dia lewati dan ketika kakinya mau menaiki tangga ketiga, tiba-tiba sebuah pukulan keras dan berat bersarang pada dudukannya. Pak Congkak tidak tahu kalau dari tadi ada Kayu kopi menunggu dia duduk ditangga itu. Kayu kopi itulah yang memukulnya. Ia lalu jatuh ketanah lagi, kepalanya terantuk hingga berdarah. Ketika ia ambruk ketanah iapun meninggal. Matilah Pak Congkak. Kayu Kopi kemudian memanggil teman-temannya untuk berunding mengenai kematian Pak Congkak. Sebab Pak Congkak tidak memiliki keturunan atau ahli waris yang akan menjaga dan mewarisi hartanya. Keesokan harinya mereka bersepakat dengan masyarakat sekitar dan bersepakat untuk mengadakan pertemuan di rumah Pak Congkak. Satu persatu warga setempat datang dan ingin membuktikan kalau orang pelit dan kikir itu sudah mati. Mereka semua mengambil pelajaran hidup dari kejadian tersebut. Setelah mereka berkumpul maka hasil rapat adalah menguburkan Pak Congkak sebagaimana mestinya. Setelah itu barulah memikirkan soal harta Pak Congkak yang disepakati akan dibagikan kepada orang yang berjasa buat kampung mereka dan akan membantu orang kampung yang tidak mampu. Sejak saat itu warga menjadi lebih tentram karena semua warga menjadi hidup rukun dan saling tolong menolong. Tidak ada lagi yang sombong dan yang kikir dikampung mereka.

Kancil Dan Buaya


KANCIL DAN BUAYA. Selamat dari kejaran Anjing sehari sebelumnya, kancil pun mulai berani keluar dari persembunyiannya. Cukup lama ia bersembunyi hingga merasakan lapar yang amat sangat karena sedari kemarin belum mendapatkan makanan akibat dikejar-kejar Anjing. Kancil pun mulai berjalan kearah yang berlawanan dengan arah Anjing yang mengejarnya kemarin hingga suatu ketika sampailah ia di tepi sungai. Diseberang sungai Kancil melihat suburnya rumput-rumputan juga buah-buahan yang biasa dia makan setiap hari. “Wah bagaimana cara menyeberanginya?” sepertinya sungai ini dalam sekali. Kancil pun merenung sejenak untuk mencari akal. “Nah ketemu deh caranya!.” Ia berjalan ke arah rerumpunan pohon pisang yang masih kecil. Dengan sekuat tenaga ia mendorong batang pisang itu hingga roboh satu persatu. Ternyata si Kancil ingin membuat sebuah rakit untuk bisa mendapat makanan di seberang sana. Setelah rakitnya jadi, ia mendorong rakit tersebut hingga ke tepi sungai, Tanpa disadari oleh kancil, seekor buaya besar mengintainya dari belakang dan....hup. Dalam sekejap kaki kancil sudah diterkam oleh buaya. “Aduh pak Buaya.....Tunggu sebentar! Teriak kancil “Tunggu apa lagi si Cil? Perutku sudah lapar nih! “Jangan kuatir Pak Buaya, aku tak mungkin bisa melawanmu, tetapi saya pun sedang lapar juga. Jadi biarkan saya mencari makan dulu sehingga saya menjadi kenyang dan gemuk supaya kamu bisa kenyang makan dagingku. “Anehnya Buaya itu pun mau mendengar ucapan Kancil cerdik itu. Ia pun melepaskan gigitannya pada kaki kancil tersebut. “Jadi apa maumu Cil? Tanya Buaya tersebut. “Temanmu banyak kan Pak Buaya?” kata kancil. “Ya betul, banyak Cil”. Pak Buaya pun memanggil teman-temannya dan dalam waktu singkat sudah berada dipinggir sungai. “Kalian harus berbaris disepanjanng lebar sungai agar saya bisa mencapai seberang, disana banyak makanan. Saya akan makan disana, setelah kenyang dan menjadi gendut saya akan kembali kepada kalian” kata kancil dengan tenang. “Cil, kau jangan coba-coba menipuku ya! Kata buaya tersebut. “Mana saya berani menipumu”, kata kancil menyakinkan. Maka buaya-buaya itu pun berbaris sepanjang lebar sungai sehingga kancil mulai melompat dari punggung yang satu hingga punggung yang lainnya dan akhirnya sampai didaratan seberang. “Ingat Cil jangan coba-coba menipuku”, Kata Buaya itu lagi setelah Kancil menyentuh tanah seberang. Ia menunggu dengan sabar dipinngir sungai sementara kancil mulai makan rumput dan buah-buahan kesukaannya. Tak berapa lama, kancil muncul lagi dengan perut yang kenyang dan kelihatan lebih gendut sekarang. Rupanya dia sudah kenyang makan. “Pak Buaya, Berapa jumlah temanmu?” tanya kancil kepada ketua Buaya itu. “Banyak Cil”. “Banyak itu berapa? Dihitung dong!” kata kancil pula. “Belum pernah ku hitung pula” kata Buaya. “Wah payah, bagaimana cara membagi dagingku nanti”. “Baiklah, Aku yang menghitung jumlah kalian, sekarang berbaris lah lagi dengan rapi membentuk jembatan hingga seberang sana” perintah kancil kepada buaya-buaya itu. “Setuju Cil, karena aku ketua Buaya, maka aku berhak mendapat pahamu itu” Para buaya pun berjejer rapi membentuk sebuah jembatan. Kancil pun mulai melompat ke punggung buaya dan sekaligus menghitung buaya tersebut. “Satu....dua.....lima.....tujuh.....sebelas.... hingga yang terakhir “ Dan Kancil pun melompat ke tepi sungai lalu melambaikan tangannya. “Terimakasih Pak Buaya dan selamat tinggal!” “Lho Cil, kau jangan pergi begitu saja!. Aku belum memakanmu” “Apa?... mau makan dagingku? sorry yah....” kata Kancil sambil berlari menjauh. “Dasar Kancil.... tidak bisa dipercaya! Penipu!” umpat Buaya itu. “Ngga apa-apa!. Aku kan menipu untuk menyelamatkan diri!”. “Kancil....Kancil.... kembalilah...” teriak para buaya itu. Tapi kancil terus berlari kencang tanpa ,menghiraukan Buaya-Buaya yang mau memakannya itu.

Kancil Dan Beruang(Suara Yang Merdu)


Kancil dan Beruang (Suara yang merdu) Ada seekor Beruang berbulu coklat dan gemuk. Ia selalu terpesona mendengar burung-burung menyanyi riang. Beruang Coklat ingin bisa bernyanyi seperti burung-burung tersebut. Suatu hari dia tersesat diladang dekat perkampungan. Ia pun takjub melihat anak gembala meniup seruling dan dengan suara yang sangat merdu sekali. Beruang kembali masuk hutan dan lalu menceritakan pengalamannya itu kepada Kancil. Suatu hari kancil pun berjalan-jalan hingga sampailah ia pada rerumpunan pohon bambu. Karena capek ia pun beristirahat ditempat itu. Tiba-tiba ia mendengar derit bambu yang sangat merdu walau tidak semerdu bunyi seruling gembala. Mendengar derit bambu, timbul sifat jahilnya. Ia pun punya ide gila untuk temannya si Beruang. Berhari-hari Kancil mencari Beruang dan akhirnya ketemu juga disebuah telaga saat si Beruang sedang mandi. “Cil..kita berendam yuk, udara sangat panas nih.!” “Hai Beruang, kau kan suka musik! Ayo ikut dengan aku. Kutunjukkan konser musik alami yang sangat merdu padamu!.” “Wah..benarkah Cil, Ayo kita berangkat!” ajak Beruang. Dari kejauhan beruang melihat Kancil seolah-olah sedang memainkan seruling dari bambu. “Cil, daripada aku melihat dan menonton dirimu, ajarialah aku bermain seruling juga!’”pinta Beruang. “Boleh julurkan lidahmu lalu tempelkan di celah-celah bambu yang panjang ini!” perintah Kancil. Kancil pun segera meminta angin. Tak berapa lama angin pun bertiup sepoi-sepoi yang cukup untuk menggoyang batang bambu tersebut. Bambu pun berdenyit namun menjepit lidahnya juga. Serta-merta beruang pun menjerit kesakitan. Untungnya dia segera menarik lidahnya. Sadarlah Beruang kalau Kancil cuma mempermainkan dia. Tapi dia tidak marah sebab derit bunyi bambu yang bergesekan itu memang terdengar merdu bagi dia. Begitu merdunya sehingga dia bisa tertidur dibuatnya. Akhirnya beruang pun tahu kalau dia tidak perlu mencari anak gembala untuk mendengar musik. Dia pun gak harus mengikuti burung-burung lagi supaya bisa mendengar kicau mereka yang indah itu. Dia hanya perlu bersandar diantara rumpun-rumpun bambu tersebut untuk mendapatkan bunyi-bunyian alami yang tidak kalah merdunya. Dia pun bisa menikmati musik kesukaannya sambil tidur-tiduran pada siang hari yang panas ditempat yang teduh.

Kancil dan Babi Yang Sombong

Kancil dan babi yang sombong Ada seekor babi yang badannya cukup gemuk, kakinya kuat dan pada mulutnya ada taring yang panjang. Dialah yang menjadi raja di hutan sana. Babi itu sangat ditakuti oleh binatang-binatang lain . Tak seekor binatang pun disana yang berani melawannya. Anjing hutan tidak berani menantang. Bahkan singa yang terkenal sangat buas pun tak sanggup mengalahkannya. Tidaklah heran bila kekuatannya yang besar dan karena belum ada yang mengalahkan dirinya itu, dia dinobatkan menjadi Raja Babi. Sombongnya pun tidak kepalang. Sewaktu Raja Babi berjalan melintasi kerumunan banyak binatang, dia berkata dengan lantangnya,” ayo, siapa yang berani melawanku?” Mendengar tantangan Raja Babi yang demikian, semua binatang yang ada ditempat itu menjadi diam. Semua takut. Tidak ada yang berani berbicara sepatah kata pun. Dan dengan gayanya yang congkak, Raja Babi memperlihatkan kekuatannya kepada mereka semua dengan mendorong pohon mangga yang ada dihadapannya hingga tumbang. Patah berantakan. Demikian juga dengan dahan pohon jambu, disambarnya hingga tumbang. Tanah diseruduknya, habis berterbangan. Raja babi merasa tidak ada lawan lagi yang bisa menandingi dirinya. Pada saat seperti itu datanglah Kancil ketempat tersebut. Raja babi berkata, “Hai Binatang kecil!, dari mana saja kamu??. “Dari jalan-jalan mencari udara segar!” jawab Kancil. “Mengapa kamu tidak mengajakku?” bertanya Raja Babi itu. “Berjalan-jalan sendiri lebih enak, mengapa aku harus mengajak kamu?” kata Kancil. Mendengar jawaban seperti itu, maka Raja babi menjadi tersinggung. Ia tidak menyangka bila binatang kecil itu berani berkata-kata seperti sedang meremehkan dirinya. Padahal selama ini semua binatang dalam hutan ini selalu tunduk dan takut kepada Raja Babi. “Apa katamu?” ucap Raja Babi dengan nada marah. “Apakah kamu belum tahu kalau aku ini adalah raja hutan yang ditakuti semua binatang disini, sehingga kamu berani berkata-kata tidak sopan seperti itu? Apakah kamu tidak takut kepadaku??” “Siapa taku” kata Kancil. Mengapa juga aku harus takut kepadamu” bukankah kekuatanmu biasa-biasa saja seperti binatang lainnya?” Ucapan si Kancil yang demikian semakin membuat Raja Babi menjadi semakin panas hati. Kemarahannya sudah tidak bisa dibendung lagi. “Dasar binatang kecil dan bodoh” sudah saatnya aku ini merasakan dagingmu yang lezat.” Kata Raja Babi dengan nada marah. “Baiklah bila kamu menginginkan dagingku ini. Tapi syaratnya kamu harus bisa mengalahkanku dalam pertandingan yang akan kita laksanakan besok pagi ditempat ini. Kata Kancil menantang. Besok kita akan bertarung untuk menentukan mana yang lebih kuat antara kamu dan aku. Bila kamu yang jadi pemenang silahkan saja kamu makan dagingku. Akan tetapi bila aku yang menang, maka kamu harus tunduk kepadaku dan mengakui bahwa akulah yang paling kuat didalam hutan ini.” “Bagus sekali usulmu itu binatang kecil!” Sahut Raja Babi menyetujui tantangan si Kancil. Semua binatang yang ada ditempat itui kemudian pulan ke rumah masing-masing. Mereka akan kembali ketempat itu besok untuk melihat pertandingan antara Raja Babi dengan si Kancil. Benarkah Kancil akan bertindak sebodoh itu. Tidak... ia berani menantang Raja Babi karena ia sudah punya gagasan. Dua hari yang lalu sang Kancil sudah membuat topeng yang mirip dirinya. Bukan topeng sembarangan, bahannya terbuat dari bahan kayu yang sangat keras. Dengan ketekunan dan kesabarannya, akhirnya selesai juga ia membuat topi tersebut. Topeng itu mirip sekali dengan dirinya. Sehingga bila dipakai, Raja Babi akan sulit untuk mengenalinya. Malam itu Kancil sengaja berristirahat untuk mengumpulkan kekuatannya dan memperhalus topengnya agar persis dengan wajahnya. Setelah fajar menyingsing, semua bbinatang sudah mulai berkumpul ditempat pertandingan. Mereka semua ingin menyaksikan pertandingan yang sangat langka itu. Sorak-sorai pun segera bergema saat Raja Babi tiba ditempat itu lebih dulu. Taka lama kemudian Sang Kancil pun juga telah tiba. Sekali lagi sorak-sorai dan tepuk tangan dari para penonton yang melihat pertandingan itu. “Hidup Raja Babi!.....Hidup kancill.....” teriak penonton mengelu-elukan keduanya. Setelah diberi aba-aba oleh sang Gajah, mulailah pertandingan itu. Raja Babi langsung mengeram dan langsung menyambar si Kancil dengan moncongnya. Si Kancil tidak berkelit tetapi menyambut dengan tenang sambaran itu Raja Babi tersebut. Mula-mula Kancil terlempar beberapa depa oleh serudukan si Raja Babi, namun ia segera bangkit lagi menantang si Raja Babi. Sementara Raja babi merasa kesakitan yang amat sangat pada moncongnya dan tak menyangka kalau ternyata kepala si Kancil sangat keras. Karena penasaran si Raja babi menyeruduk lagi, Kancil terlempar namun segera bangkit lagi dan mulai menantang lagi. Lama-lama moncong Raja Babi mulai lecet disana-sini, sementara si Kancil terlihat masih segar dan masih bisa berdiri dengan kokoh. Raja Babi merasa moncongnya menjadi sangat sakit sekali dan akhirnya tidak sanggup meneruskan pertandingan sehingga si Kancil dinobatkan sebagai pemenang pertandingan dan Raja Babi harus mengakui bahwa si kancil lebih kuat darinya.

Minggu, 29 Mei 2016

An Analysis of Implicatures Found in the Novel "The Old and the Sea" By Ernest Hemingway: A Pragmatic Approach



An Analysis Of Implicatures Found In The Novel “The Old Man
And The Sea” By Ernest Hemingway: A Pragmatics Approach

Lisbon Simanjuntak
Student Of Department of English Literature of  Putera Batam University
Gaguk Rudianto
Lecturer of Putera Batam University

ABSTRAK

Setiap penutur memiliki makna dalam ungkapan mereka yang harus dimengerti  oleh pendengar, dan makna yang dipahami oleh pendengar seharusnya selaras dengan apa yang dimaksudkan oleh penutur. Ciri ciri penggunaan bahasa diatas termasuk jenis implikatur, yaitu penggunaan bahasa yang sedang diteliti penulis didalam sebuah novel berjudul “The Old Man and the Sea” karya Ernest Hemingway. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis implikatur yang digunakan dalam novel tersebut. Cara  pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dokumentasi dari berbagai sumber. Cara menganalisa data dilakukan menggunakan interpretasi dan membandingkan tiap data dengan teori- teori yang berhubungan. Penelitian ini bersifat kualitatif yang mengelompokkan percakapan menurut implikatur dan jenisnya. Penulis menemukan pemakaian implikatur 29 kali, 26 diantaranya adalah particularized dan 3 yang lain adalah generalized implicature.
Kata kunci: Pragmatik, Implikatur, Metode Kualitatif dan Novel.

INTRODUCTION

Language is a set of comunication tool used by human being to interact verbally among them in the society in their daily life. Verbal interactions that people made  applied in all aspect of life whole day as long as they live in the  world. People interacts using language to other member in their families, interacts at workplace with co-workers, interacts to other people in society. In short,  people interacts everywhere and everytime to support activity they made. Language facilitates people to make a communication in the society, making friends, giving information, giving commands or even making enemies.
One type of language used by human being is implicatures. It  is the style of language that provides other message outside of what was uttered or outside what was said in an expression. According to Grice (1991: 25) Implicatures is terms of art, the verb of implicate and the related nouns implicatures (Implying) and implicatum (what is implied).
Grice sees that some utterance or expression has meaning outside what is stated. Grice devided meaning based on what is said and what is meant by speaker. What is said is meaning based on word formation which constructs an utterance, and what is meant is message or final assumption to the utterance. According to Davies (1998:5) implicatures can be understood as speaker’s meaning is differ from sentence meaning.
The fenomenon of implicature also can found in the  novel “The Old Man and the Sea” by Ernet Hemingway. After completely reading the novel the researcher identify some problems which is suitable to study by doing research. The problem that identified by the researcher has relationship with  implicatures phenomenon concluded as follows: (1). The use of conventional implicatures. (2). The of conventional implicatures. (3). The use of conversational implicatures . (4). The use generalized conversational implicatures. (5). The use particularized conversational implicatures. (6). Implication of utterance. (7). The use of maxim and it’s parts.
After identified some problem as seen in the  identification of the research, the researcher  decided to limit the problem which is going to analysed as follows: (1). The use generalized conversational implicatures in the novel “The Old Man and the Sea” by Ernest Hemingway. (2). The use particularized conversational implicatures in the novel “The Old Man and the Sea” by Ernest Hemingway
This research is conducted to the answer  all formulation of the problem  of the thesis which is described as follows: (1). What are the generalized conversational implicatures  used in the novel “ The Old Man and the Sea” by Ernest Hemingway?. (2). What are the particularized conversational implicatures  used in the novel “ The Old Man and the Sea” by Ernest Hemingway?.
Based on the formulation of the research above, the  objective of the research in the thesis are: (1). To figure out the  use of generalized conversational implicatures  in the novel “ The Old Man and the Sea” by Ernest Hemingway. (2). To figure out the use of particularized conversational implicatures  used in the novel “ The Old Man and the Sea” by Ernest Hemingway.

REVIEW OF THE RELATED LITERATURE AND THEORETICAL FRAMEWORK
Pragmatics
Pragmatics is a subdivision of linguistics which is known as study of language use in relation to language structure and contex use. (Akmajian 2001:354). Furtermore, (Cruse 2006:133) stated that pragmatics deals with aspects where context must be taken in to account, and according to Paltridge (2006:53)  pragmatics is a study of meaning in relation to the context in which a person is speaking or writing includes relation to background knowledge context, where languange user  know each other and know about the world.
The researcher concludes that pragmatics as a sub-division of linguistic which is concerns with meaning where the meaning is influence by contex or situation of conversation. The meaning in pragmatics also has relationship with background of where conversation took place and the ability of the language user to observe the utterance meaning.
The meaning of utterance and it’s relationship between context of situation or background of the situation combines with knowledge to an expression  can be seen in the sentence “Good bye” which is  stated by a girl to her boyfriend in an airport compare with “Good bye” which stated by a girl to her boyfriend in the situation of difficult  relationship.
The context of situation in this sentence is very contrast. The first girl in the airport stated “Good bye” in hoping that his boyfriend would comeback soon meanwhile the second girl who has difficult relationship with her boyfriend uttered “Good bye” to declare the end of their relationship. So the “Good bye” in first sentence can be understand as “Bye-bye and see you again” and the second “Good bye” can be understand as “Bye-bye and never comeback again.”
Implicatures
The theory of implicatures is a theory where Grice underline the words implicate, implicatures and implied. Implicatures is as terms of art, the verb of implicate and the related nouns implicatures (implying) and implicatum (what is implied). It is a theory that strictly separates what is said by the speaker and what is meant (Grice 1991:25). In short, the defenition of implicatures is the speaker’s meaning is different from sentence meaning. Based on Davies (1998:5) speaker implication is indirect speaker meaning: meaning one thing by meaning another.
   The difference between what is said and what is meant on an expression or utterance can be seen in the conversation where A, a new reside asking the direction to Tembesi to a Batam resident in the bus stop below:
A.    Do you know how to reach Tembesi?
B.     Follow me.
The meaning of utterance “Follow me” can be seen in two types. Meaning based on what is said and meaning based on what is meant. The meaning based on what is said  is  suggestion to follow the speaker and the meaning based on what is meant is that the speaker know how to reach Tembesi.
Conventional implicatures
The first type of implicatures is conventional implicatures. Grice (1991:25) says that conventional meaning of word used will determine what is implicated besides helping to determine what is said. It can be said, that in some form of utterance, especially in the utterances that consists of two idea and joined by conjunction (even, therefore, but) would sometimes produces meaning outside what can be seen in the stucture of the sentence. The conventional implicatures is conventional meaning of the words came by consequence link between two sentence.
The term of what is implicated and what is said in an utterance can be seen in the sentence given as follows:
“He is an Englisman, he is, therefore brave.”
The meaning of this sentence (based on what is said) is , he is an Englisman and also brave. This sentence also has another meaning (based on what is implicated) that determine  that the man’s bravery is followed by his background as an Englishman. The second meaning of this sentence came by consequence link between two sentence.
Non-conventional implicatures
The second type of implicatures is conversational implicatures that derived from nonconventional implicatures which Grice call as conversational implicatures (Grice 1991: 26). However, Grice sees that conversational implicature is still a large of subject then Grice (1991:37) devided conversational implicatures into two parts, they are generalize conversational implicatures and particularized conversational implicatures.
Particularized conversational implicature
First type of conversational implicatures is particularized implicatures. Particularized implicatures is present in conversation by the influence by the  virtue of special feature of context (Grice 1991:37).
The special feature of context can be drawn as element of environment that influence the whole meaning of utterances. Element of conversation can be came from the speaker himself, came from the hearer, and even from the world or society. According to Mey (2001:40) the presence of food in the mouth of speaker while speaking, referent or action, and the ability to undersatand the utterance are parts of context. All this features may change the meaning of an utterance.
Cumming (2009:14) gave example of the presence of the special feature of context as shown by  utterance below where the speaker (A) invited the hearer (B) to his party by saying:
A.    Do you want to come round to my place tonight for dinner ?
B.     John’s mother is visiting this evening.

Cumming says that utterance produced by B is particularized implicatures.  The B answer can be understood as a refusal to the invitation. The B answer is particularized implicatures and has relationship with context. Context in the conversation is (B is Jhon wife, B knew that Jhon’s mother will visit them this evening, so, B can not present the party because her mother in law will visit them this evening).
The B utterance above can be described as a type of talk exchange where the hearer most likely to give reason of refusal to an invitation rather than say agreement such as “O.K” or “yes” or refusal such as say “no”. The type of utterance like B answer often appears in people’s daily conversation and understand by the hearer knows his partner well.
Generalized conversational implicature
The last type of conversational implicatures is generalized implicatures. Generalized implicatures is a type of utterance which uses scale or generalization word in the sentence. According to Cumming (2009: 15) Grice proposed generalized conversational implicatures, where the use of scale in the information of utterances is became the typical of this implicatures. The same opinion also described by Carston (2002: 111) who concluded the taxonomy of generalized often attached to particular item such as ‘and’, ‘the’, ‘some’, ‘looks’,’know’, etc.
Cummings (2009:16) gives example the use of scale as in the sentence below:
A.“There will be eight of us on the committee.”
         B.“There won’t be more then eight of us on the committee.

Another example of generalized implicatures can be seen in an example given by Grice below:
Mr X is meeting a woman this evening
There is a generalization of word “woman” in the sentence above that does not give clear explanation about which woman does Mr X is meeting with. But even so, the  hearer would understand and accept that the woman that Mr X is meeting is somebody other than his wife or relatives. So this sentence implicated that Mr X meeting someone other than his wife, othert than his mother and other than his sister. (Grice 1991:37).

RESEARCH METHODOLOGY.
Research design
A product produced by a process, and the process to make a product needs structurized steps. In research, it’s called research methods. De Munk (2009:9) drawn research design as process that has linear step in making something. Similiar perception given by Khotari (2004:31) who describes research design as what researcher did from the start (writing the hypothesis) to the end (analysing data). According to (Cresswel  2003: 3) research methods devided into three types, they are; Qualitative method, Quantitative method, or  mixed methods.
In this thesis, the researcher employs qualitative approach to answer questions in objective of the research that concerned with subjective assessment of attitudes, opinion and behaviour. The researcher picks this novel as the object of the research because the novel is a reflection of attitude, opinion and behaviour. The novel reflect people attitude toward language. The novel also has quality became an object of the research since dialogues, utterances or expression in the novel contains dialogue related to  implicatures.
Method of collecting data
Actually, there are two types of data, according to M’cNeil and Chapman (2005:131). They are: (1). Primary data. It is the data collected by researcher by using observation, interview, or survey), and (2). Secondary data. It is the evidence data  produced by other resercher in various document.
Method of collecting data in this thesis is documentation. Documentation is way of collecting data from publics and private document. This activity done by researcher in three steps: (1). Reading the novel. the researcher would read the novel comprehensiply to investigate or to seek the use of implicatures in the dialogue of characters. (2). Underlining. The activity of underlining can be done while reading the novel (object of the research). This procedure usefull to separate the use of implicatures with common dialogue. (3). Collect the data. All data related to implicatures will be gather or collect in one file. The researcher also would numbering the data orderly.
Method of analysing data
Method of analysing data in this thesis is interpretation or meaning of the data  by using conparison of  the finding with information from literature and extant teories (Cresswell 2003: 262). This activity done at the time the researcher did below activities: (1). Doing reduction. This activity can be done by researcher at the same time with collecting data. This act  done by researcher while reading the object of the research by giving codes to the dialogue such as underlined the data that has relationship to implicatures and it’s parts. By doing coding, the researcher reduces raw and complex data into simple data. (2). The second type of analysing data in this thesis is data display. In this procedures, the researcher will separated data based on it types. All data will be grouped into three types defend on implicatures types or based on formulation of the problem in the thesis.
Method of presenting data
The way of reporting the finding can be do in three ways, Dawson (2007: 135) mentioned the ways of reporting your findings can be done in three ways: written reports, journal reports, and oral presentation. The way of presenting data in this thesis is journal report. Journal report is the way to publish the research result in order to reach the wider audience.  By doing this, the researcher let the people know research result in hoping that it would give benefit to the reader.
RESEARCH  FINDING AND DISCUSSION
Particulariced conversational implicature
          Some data or dialogue in the novel chategorized as particularized implicatures if the speaker presenting the special feature of context into the utterance. The special feature of context is element of conversation which is came from the speaker himself,  came from the hearer, or came from the world or society. Contex can be associated with food in the mouth of speaker while speaking, referent or action, and the ability to undersatand the utterance are parts of context.
          The quotation below are group of quotation that uses special feature of context in the dialogue or utterances. In this chategory, the speaker brings context into the conversation and hopes that other participants are understand the utterance.
Quotation 1
“Santiago,” the boy said to him as they climbed the bank from where the skiff was hauled up. “I could go with you again, we’ve made some money.”
The old man had taught the boy to fish and the boy loved him.  “No,” the old man said. “You’re with a lucky boat. Stay with them.”(page 1 line 16-19).

Dialogue above took  place in the seashore where the boy inisiates to help the old man who just arrived from the sea. The particularized implicatures here produces by the old man.  The boy wants to fish with the old man tomorrow and the old man refuses the boy by giving reason of refusal. The sentence “You’re with a lucky boat. Stay with them” is the signal of utterance that related with particularized implicature. This sentence given by the old man to support his refusal to the boy request. By stating the second utterance, the old man tries to refuse the boy’s request to go fishing with him. This sentence meaning can be assume as: “No”, it is better  for you to go with your father rather than me”.
Quotion 2.
          “Can I offer you a beer on the terrace and then we’ll take the stuff home.”
“Why not?” the old man said. Between fisherman.” (Page 1 line 27-29)

This conversation took place in the seashore. The particularized implicatures in this conversation generates by the oldman. The signal of particularized implicature can be seen in the old man second sentence “Between fisherman”. The boy offer him a beer and he answered by saying “Between fisherman”. Actually the hidden meaning which is not said in this sentence is between fisherman are commonly to treat each other. Fisherman help each other in the sea so they also can treat each other in the society too.
Quotation 3:
“Can I go out to get sardines for you tommorrow?”
“No. Go and play baseball. I can still row and Rogelio will threat the net.” (page 2 line 10-11)

The particularized implicatures here produces by the old man. The signal of particularized implicature in the sentence is “Go and play baseball . I can still row and Rogelio will threat the net”. Actually, The purpose of the the boy to go fishing with the oldman is to help the old man or at least to serve him. However the oldman knew the boy plan so he refuses him. The meaning of the oldman’s utterance is “ I don’t need your help today so you can do other thing to entertain yourself”.
Quotation 4:
“I would like to go. If I can not fish with you. I would like to serve in some way.”
“You bought me a beer,” the old man said. “You are already a man.” (page 2 line 12-13).

The conversation above is the type of particularized implicature. The particularized implicatures here generates by the old man. The signal of particularized  can be seen in “You are already a man”. The meaning of the sentence is : The boy has money  now because he  makes money, so he is able to treat or buy beer.
Quotation 5:
“How old was I when you first took me in a boat?”
“Five and you nearly were killed when I bought the first in too green and he nearly tore the boat to piesces.”(page 2 line 14-15)

The conversation above also is a type of particularized implicature. The particularized implicatures in this conversation generates by the old man. The signal of particularized implicature can be seen in the sentence “You nearly were killed when I bought the first in too green and he nearly tore the boat to piesces.” The implication or the meaning of the sentence that “not said” is the the boy is too young when the first time accompany the old man fishing.” The boy in this age can not protect himself from danger situation because the lackness  of ability to make self protection.
Quotation 6:
“Can you remember?”
“I can remember the tail slapping and banging and the thwarft breaking and the noise of the clubbing. I can remember you throwing me into the bow where the wet coiled lines were nad feeling the whole boat shiver and the noise of you clubbing him like chopping a tree down and the sweet blood smell all over me”.(page 2 line 15-20)

The conversation above is a type of particularized implicature. The particularized implicatures in this conversation generated by the boy. Actually the long answer from the boy can be simplify by saying “ I know everything”. By this, the signal of particularized implicature can be seen in the long sentence of the boy. The meaning of the utterance is  I know everything.
Quotation 7:
“where are you going? The boy asked.
“Far out to come in when the wind shifts. I want to be out before its light.”(page 2 line 38-39)

This conversation is also a type of particularized implicature. The particularized implicatures in this conversation generates by the old man. The sentence “Far out to come in when the wind shifts. I want to be out before its light” is the signal of particularized implicature. Actually this statement can easily understood by the fisherman. The statement is not show the meaning of the sentence clearly. The meaning of the sentence can be assume as  :” I will go to the favourite spot at the same time with the movement of the wind that will help blow the sail toward the sea before sun rise.
Quotation 8:
          “But are you stong enough now for a truly big fish?”
          “I think so. And there are many tricks.”(page 3 line 2-3)

The conversation in the senetence above is a type of particularized implicature. The old man answer to the boy is one type of particularized implicatures. The signal of the particularized implicature  in the sentence is the utterance “And there are  so many trick.” This utterance did not show the meaning in the structure of the sentence clearly. The particularized meaning of the sentence is “Trick is more usefull than power or big energy.
Quotation 9:
“Do you want me to make the fire?”
“No. I will make it later on. Or I may eat the rice cold.”(page 3 line 24-5)

The conversation above is the type of conversational implicature. The old man reply is the type of particularized implicatures. The signal of particularized can be seen in the sentence “I will make it later on. Or I may eat the rice cold.” At this time the oldman refuse the boy to light up the fire. By saying that utterance the oldman want to tell the boy that he dont need the fire at the time.
Quotation 10:
“Will you sit in the sun in the doorway?”
“Yess. I have yesterday’s paper and I will read the baseball.”(page 3 line 32-33)

This conversation is a type of particularized implicatures. The particularized implicature produces by the old man. The old man statement:” I have yesterday’s paper and I will read the baseball is uttered to support his aggreement to sit in the sun in the doorway. The meaning of the sentence is “ yes, I will.”

Quotation 11:
“Who can we borrow that from?”
“That’s easy. I can always borrow two dollars and a half”.

This dialogue taken from the novel”The Old man and the Sea” page 4 line 2-3. The old man is asking the boy about how they will got money to buy a lotterey, and the boy answer is “ I can always borrow two dollars and a half.” This statement is a kind of particularized implicature. The meaning of the utterance is “ I know someone who can lend us money.”
Quotation 12:
“What have you got?” he asked.
 “supper,” said the boy. “We’re going to have supper.”(page 4 line 21-22)

The boy reply to the old man is tipe of particularized implicature. The boy statement “Supper, we’re going to have supper” is the typical of particularized. This sentence meaning is “ I got food and we are going to have supper. The meaning of this sentence can be seen in the  sentence eventhough  does not stated clearly.
Quotation 13:
“I must thank him.”
“I thanked him already.” The boy said. “You don’t need to thank him.” (page 4 line 34-35)

The conversation took place in the old man house. The old man just knew that Martin gave them food. So, the old man wants to thank him. The boy statement “ I thanked him already” is a typical of particularized implicature. This statement gave clear meaning that the old man must not thank the person who gave the boy food because the boy already thanked him.
Quotation 14:
“He sent two beers.”
          “I like the beer in cans best.”(page 4 line 40-41)

In this conversation, the boy just back home after buying food stuff from the store. He later reports to the old man that the shop owner sent two bottle of beer. The old man says “I like the beer in cans best.” The conclusion from the two statement is the boy get two bottle of beer however the old man like beer in cans. The old man statement is a type of particularized implicature and the meaning of the sentence is “I don’t like beer in bottle.”
Quotation 15:
“That’s very kind of you,”the old man said.”should we eat?”
“I’ve been asking you too,”the boy told him gently. “I have not wished to open the container until you were ready.”(page 4 line 43-45)

This conversation is took place in the old man’s house after the boy prepared meal in front of them. They have talk about many thing until the old man realizes that the food was prepared.The boy statement is the type of particularized implicature. the signal of particularized implicature can seen in the sentence “I have not wished to open the container until you were ready.” The meaning of this utterance is “ Up to you”, we will eat the food when you were ready.
Quotation 16:
“I would like to take the great DiMaggio fishing,” the old man said. “They say his father was a fisherman. Maybe he was as poor as we are and would understand.”
“The great Sisler’s father was never poor and he, the  father, was playing in the big leagues when he was my age.”(page 5 line 17-20).
           
In this dialogue, the old man tells the boy the story about DiMaggio. The dialogue is a type of particularized implicature. The particularized implicature produces by the boy in the statement “He, the  father, was playing in the big leagues when he was my age.” This statement has other meaning outside what was shown in the text. The meaning of the sentence is “ An athlete who plays in the bigger league are richer than other who plays in the smaller league. That’s why Sisler’s father is never poor because he is playing in the bigger league.
Quotation 17:
“How did your sleep old man?” the boy asked. He was waking up now although it was still hard for him to leave his sleep.
“Very well, Manolin,” the old man said. “I feel confident today.”(page 6 line 43-44)

The old man respons to the boy in this sentence can be chategorized as particularized implicature. The signal of implicature can be seen in the sentence “I feel confident today.” This utterance stated to support his first statement that his sleep was well. The meaning of the sentence is  My sleep is well and I am ready to do something today.
Quotation 18:
“How is he?” one of the fisherman shouted.
“Sleeping,” the boy called. He did not care that they saw him crying. “Let no one disturb him.”

This dialogue taken from page no 34 line 36-38. This conversation  cathegorized as particularized implicature. The particularized implicature in the conversation produces by the boy. The boy statement “Let no one disturb him” is the signal of the implicature. The statement means “ He is sleeping and let him sleeping until he wake up by himself.
Quotation 19:
          “Hot and with plenty of milk and sugar in it.”
“Anything more?”
“No. Afterwards I will see what he can eat.”(page 34 line 43-44)

The conversation took place in a cafe when the boy order drink to the cafe keeper. The conversation is a type of particularized implicature. The implicature in the conversation produces by the boy as a response to the cafe keeper. His statement “No. Afterwards I will see what he can eat” is the signal of implicature. The meaning the senetence that not stated by the speaker here is “ I will order something later on if it is necessary, Or I will order something if the old man needs too.
Quotation 20:
“Did they search for me?”
“Of course. With cost guard and with planes.”(page 35 page 20-21)

The boy answer in this talk exchange is a type of particularizes implicature. The boy statement “Of course. With cost guard and with planes” is the signal of implicature that has meaning out side what was written. This statement can be assume as “ Yes, many people are search for you or  “People in the society are care of you”.

Quotation 21:
“I missed you,” he said. “What did you catch?” 
“One the first day. One the second and two the third.”(page 35 line 24-25)

The boy answer to the old man question is a type of particularized implicature. The signal of the implicature can be seen in the statement “One the first day. One the second and two the third”. The meaning of the sentence that not stated in the sentence is “I got many fish.”
Quotation 22:
“How many days of heavy brisa have we?”
“Maybe three. Maybe more.”(page 35 line 37-38)

The conversation above is the type of particularized implicature. The particularized implicature in the conversation  produces by the boy. Actually, the statement “Maybe three. Maybe more” have other meaning rather than what was written in the text. The meaning of the sentence is “I do not know.”
Quotation 23:
“Do you want coffee?” the boy asked.
          “We’ll put the gear in the boat and then get some.” (page 6 line 39-40)

Particularized implicatures here produces by the old man. The conversation took time in the morning when the boy helps oldman prepares his departure to the sea. The old man did not stated agreement or refusal to the boy question. When someone ask “Do you want coffee?, the best answer for that question is yes, I need coffe or No, I do not need coffee. However, the oldman inisiates to give reason of refusal rather than gives normal answer. The special context here is that old man prefer to put gear first or the old man feel “put gear” more important than take coffee.
The implication or the meaning of the old man utterance  in this conversation is preparation first, coffee time later. This also can be assumed as a refusal.
Quotation 24:
“What a fish it was?” The proprietor said. “There has never been such a fish. Those were two you took yesterday too.”
“Damn my fish,” the boy said and he started to cry again.

The boy answer to the proprietor is a type of particularized implicatures. In this dialogue, the special feature of context present as the boy has no desire to talk about fish in the situation of beloved old man lay unconsciously in front of him. So when the proprietor asks the boy the kind of fish catched by the old man, the boy inisiate to discontinue conversation by saying “damn my fish”.
So the implication here is the boy  has no time to talk about fish at the moment. So by stating something out of topic of conversation, the boy creates the particularized conversational implicatures.
Quotation 25:
“Now we fish together again.”
“No. I am not lucky. I am not lucky anymore.”
“The hell with luck,” the boy said. “I”ll bring the luck with me.” page 35

The conversation taken from page 35line 27-29. The  particularized implicatures here produces by boy in the  last sentence. The old man feels unlucky so he refuses the boy to follow him fishing, the boy comment actually has no relationship with the oldman utterance. It’s better to the boys to deny what the old man felt by says “you are wrong” etc. The present of context here is the boy has caugth many fish before so he may share his luck to unlucky old man.
The boy statement implies that he would share luck to the old man, so they will lucky together. The last statement of the boy is typical of the particularized implicatures.
Quotation 26:
“What will your family say?”
“I do not care. I caught two yesterday. But we will fish together now for I still have much to learn.” (page 35 line 30-32)

The boy statement in this dialogue is a type of particularized implicatures. The boy answer has no relevance to the topic of conversation. In the normal conversation, the boy answer must be related to his family reaction if they knew he went fishing with old man, such as they family disagree or his family allow the boy fishing with old man. By saying something out of topic, the boy is produce the particularized implicatures. So, the boy implys that he will go fish with the old man.
The special feature of context here is coming from the statement “ I do not care”. They boy may realizes tha he is growing biggger now and he does not need permition from his parent anymore.
Generalized Implicatures
The chategory of generalized implicatures is utterances which is use scale or generalization word in the sentence. Scale and generalisation produces when speaker use word such as ‘and’, ‘the’, ‘some’, ‘looks’,’know’, etc.
The data found in the novel related to the generalized implicatures will be present as follows.
Quotation 27:
“Can you really remember that or did I just tell it to you?”
“I remember everything from when we first went together.”(page 2 line 21-22)

The generalized implicatures in this conversation generates by the boy. The boy use word “everything” which is the typical of generalization implicatures. The boy can not forget first fishing memory with the old man.
          Quotation 28:
“Tell me about the great John J McGraw,” he said Jota for J.
“He used to come to the Terrace sometimes too in the older days.But he was rough and hardspoken and difficult when he was drinking. His mind was on horses and as well as baseball. At least he carried lists of horses at all times in his pocket and frequentlty spoke the names of horses on the telephone.”(page 5 line 24-28)

This is the type of generalized implicatures. The generalized conversational implicature generates by old man. The old man first sentence use word “sometimes” which is typical of generalized implicatures.
Quotation 29:
“He was a great manager,” the boy said. “My father thinks he was the greatest.”
“Because he came here the most times,” the old man said. If Durocher had continued to come here each year your father would think him the greatest manager.”

The old man uses word “the most”to this senetence which is typical of generalized implicatures. By that fact, the old man answer to the boy can be chategorised as generalized implicatures.

CONCLUSION
Finally, what the writer found during the process of the research until the arrangement of this thesis is the research  identified the use of implicatures and it’s sub division in the novel “The Old Man and the Sea” By Ernest Hemingway. The characters in the novel usesimplicatures in their utterance to interact among the characters in the novel.
          The researcher found that conversational implicatures is used at least  29 times, particularized implicatures used 26 times and generalized implicatures used at least 3 times by the characters.
Based on what researcher found, the use of implicatures in the novel is working and gives meaningfull to all the participants because: (1). All characters know each other, it’s help language user to estabilish a usefull communication to each other, (2). Each participant understands the environtment, it’s also help language user to estabilish a usefull communication to the user and (3). The researcher did not found a participant fail to interprete  the speaker intention, it achieved after all particapant has knowledge to understand each other.

BIBLIOGRAPHY.

Akmajian, A.; R.A. Demers; A.K, Farmer; R.M. Harnesh. (2001). Linguistics: An
Introduction to Language and communication. Fifth Edition. The MIT Press. Cambridge. London. England.

Carston,  R. (2002). Thought and utterance: The Pragmatics of Explicit Communication.
First edition. Blackwell Publishing. 350 Main Street, Malden, MA 02148-5018. USA.

Cumming, L. (2009). Clinical Pragmatics. First edition. Cambridge University Press. The
Edinburgh Building. Cambridge. UK.

Cresswell, J. (2003). Research Design. Second edition. SAGE Publication,Inc. 2455 Teller
Road. Thousands Oaks. California. 91320.

Cruse, A. (2006). A glossary of Semantics and Pragmatics. First Edition. Edinburgh
University Press. 22 George Square. Edinburgh.

Davies, W.A.  (1998). Implicatures; Intention, Convention  and Principle in the Failure of
Gricean Theory. First edition. Cambridge University Press. The Edinburgh Building. Cambridge CB28RU. UK.

Dawson,  C. (2007). A Practical Guide to Research Methods. Thirds Edition. How to Book,
Ltd. Spring Hill Road. Begbroke. Oxford OX51RX. United Kingdom.

De Munk, V. C. (2009). Research Design and Methods for Studying Cultures. First Edition.
Altra Mitra Press. The Rowman and Little Field Publisher. Inc. 4501 Forbes Boulevard. Suit 200 Lanham. MD20106.

Grice, P. (1991). Studies in the way of words. First edition. Harvard University Press.
London. England.

Khotari, C.R. (2004). Research Methodology; Methods and Techniques. Second Edition.
New Age International (P) Ltd Publisher. 4835/24 Ansari Road. Daryaganj. New Delhi 110002.

McNeill, P. and S, Chapman. (2005). Research Methods. third edition. Routledge 2 Park
Square. Milton Park. Abingdon. Oxon. OX144RN.

Mey, Jacob (2001). Pragmatics; An Introduction. Second edition. Blackwell Publishing. 350
main Street Malden. MA 02148-5020. USA.
  
Paltridge, B. (2006). Discourse Analysis: An Introduction. first edition. Continum. The
Tower Building II York Road. London SE17NX.